30 Persen Anak Indonesia belum Terlayani BPJS
Nusa Dua [KP]-Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi mengakui masih banyak anak-anak Indonesia yang perlu mendapat perlindungan dan kesejahteraan. Saat ini ada sekitar 87 juta anak yang menjadi perhatian dan sekitar 30 persennya belum tersentuh BPJS. “Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa perlindungan anak dan kesejahteraan sangat bersinggungan, dan berkomitmen untuk memprioritaskannya dalam sasaran pembangunan nasional,” ujarnya di sela-sela Konferensi Internasional Viable and Operable Ideas for Child Equality (VOICE) 2018 dengan tema “Finding Scientific Answer to the 21st Century Challenges for Families, Communities, and Public Policy”, Rabu (12/12) di Nusa Dua, Bali.
Menurut Pungky, pemerintah telah mengupayakan perlindungan sosial bagi anak berupa jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan. Bappenas ingin memastikan anak-anak Indonesia yang 87 juta saat ini masuk JKN. Bantuan sosial juga diberikan berupa program-program yang berkaitan seperti beras sejahtera untuk keluarga tak mampu. “Jadi tak sampai terjadi gizi buruk dan setelah usia pendidikan mereka bisa sekolah melalui program keluarga harapan,” jelasnya. Menurutnya, dana pendidikan tidak termasuk dalam jaminan sosial. Pemerintah memberikan bantuan kepada para keluargan pra sejahtera yang saat ini mencapai 94 juta lebih agar bisa mengantarkan anaknya ke sekolah. Pemerintah memberi bantuan agar keluarga pra sejahtera bisa mengantarkan anaknya ke sekolah.
Menurutnya, jutaan keluarga penerima bantuan iuran (PBI) tidak ada alasan lagi sampai anaknya tidak sekolah. Bahkan, setelah di sekolah, pemerintah terus melakukan pengawasan. Salah satunya, dalam sebula hanya mendapatkan toleransi absen dua hari berturut-turut dengan alasan yang pasti seperti sakit. Lebih dari itu orang tuanya akan dipanggil dan akan diberiksan sanksi tegas.
Pendidikan anak di Indonesia saat ini memang belum menjadi sorotan dunia karena dianggap masih on the truck. Akses pendidikan dasar dan menengah sudah tidak ada masalah. Namun pekerjaan besar sekarang adalah bagaimana memastikan kualitas pendidikan yang bisa memenuhi harapan orang tua mengirim anaknya ke sekolah. Beberapa data menunjukan bahwa kualitas pendidikan dasar pendidikan masih jauh di bawah rata-rata. Seperti kemampuan belajar, kemampuan matematis, kemampuan membaca teks jauh di bawah rata-rata dibandingkan dengan teman-teman sebaya mereka yang ada di berbagai negara di dunia. “Soal pendidikan di Indonesia itu bukan soal akses tetapi soal kualitas,” ujarnya.
Hal lain adalah masih banyak sekolah yang tidak aman, tidak betah, anak sering dibully. Seorang anak tidak dibela temannya, malahan oleh temannya dibully. Banyak komunitas pendidikan membentuk kelompok-kelompok eksklusif, menyerang kelompok atau pribadi lain. Untuk itu saat ini seluruh sekolah diharapkan memberikan pendidikan karakter, membiasakan melindungi teman sekolahnya, teman kelasnya dari kejahatan apa pun.
Berbagai informasi soal pendidikan, kesehatan, gizi buruk akan dibahas dalam konferensi internasional oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) bekerja sama dengan Care and Protection of Children (CPC) Learning Network Columbia University. Konferensi Viable and Operable Ideas for Child Equalitu (VOICE) 2018 ini adalah konferensi internasional tentang perlindungan dan kesejahteraan anak yang pertama kalinya diselenggarakan oleh pusat penelitian Indonesia dan diadakan di Indonesia. Direktur PUSKAPA Santi Kusumaningrum menjelaskan, konferensi ini hadir sekitar 250 peneliti global, praktisi pembangunan dan kemanusiaan, pembuat kebijakan, dan pemimpin muda yang berbagi dan berbicara tentang bukti ilmiah di bidang perlindungan anak dan mendiskusikan cara-cara untuk mewujudkannya menjadi tindakan yang berarti. “Perlindungan anak adalah masalah yang bermuatan emosional, namun kita harus memastikan bahwa kebijakan tidak dibuat berdasarkan emosi dan yang bersifat populis. Tapi pada data yang diteliti dengan baik. Konferensi VOICE menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia dalam perlindungan anak dan kesejahteraan keluarga semakin menguat,” jelasnya.
Sementara Co-Director of CPC Learning Network at Columbia University Mark Canavera mengatakan, merupakan misi dari CPC Learning Network untuk menghubungkan akademisi, pembuat kebijakan, dan para praktisi dalam menemukan solusi berbasis bukti untuk perlindungan anak yang lebih baik. “Dan kami bangga menjadi bagian dari proses ini dan bekerja sama dengan PUSKAPA. Konferensi VOICE berfungsi sebagai platform yang sangat bagus di mana pembelajaran yang dihasilkan di Indonesia akan berkontribusi terhadap dialog dan kemajuan global,” tutur Mark Canavera.
Dijelaskan ada tiga tantangan utama abad ke-21 berkaitan dengan perlindungan dan kesejahteraan anak yang dibahas dalam konferensi ini migrasi terutama yang disebabkan oleh perubahan iklim yang juga mempengaruhi kesejahteraan anak-anak, norma-norma sosial yang menjadi bahaya bagi anak-anak serta mengubah teknologi dari ancaman menjadi bermanfaat bagi anak-anak. Dalam konferensi ini peserta dari negara-negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Ghana, India, Zambia, Uganda, Pakistan, Nigeria, Liberia, Bangladesh, dan Indonesia akan saling mendorong kerja sama dan membentuk jaringan internasional di bidang perlindungan dan kesejahteraan anak.
Sementara Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas IndonesiaArie Setiabudi Soesilo mengatakan acara seperti VOICE mutlak diperlukan karena menyatukan orang-orang yang tertarik pada masalah perlindungan anak. “Kami percaya bahwa perlindungan anak adalah masalah kompleks yang patut mendapat perhatian dari banyak pemangku kepentingan, baik lembaga pemerintah, akademisi, aktivis masyarakat, atau pelaksana program. Konferensi VOICE menyatukan para peneliti global dan adalah selaras dengan misi Universitas Indonesia untuk menjadi salah satu universitas riset terkemuka di dunia,” jelasnya.
Menurut Santi, konferensi ini memfasilitasi para pembuat kebijakan dan peneliti untuk saling berbagi tentang faktor-faktor yang berdampak pada keberhasilan tujuan pembangunan nasional Indonesia dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Konferensi ini terselenggara atas dukungan UNICEF Indonesia, Learning Initiatives on Norms, Exploitation, and Explanation (LINEA), Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK), The Asia Foundation, Institute for Reproductive Health at Georgetown University, dan Australia Indonesia Partnership for Justice 2. A05