Demi Puluhan Ribu Pekerja Kapal Pesiar, KPI Minta Menaker Evaluasi SK 151

Denpasar[KP]-Sekretaris Jenderal Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Dewa Nyoman Budiasa menjelaskan, hingga saat ini sudah lebih 90% pekerja kapal pesiar asal Indonesia sudah kembali ke tanah air. Kepulangan para pekerja kapal pesiar ini baik karena Pandemi Covid19 maupun karena cuti atau dalam proses pembaharuan kontrak. Ketika memasuki era new normal, ada banyak negara asal pemilik perusahan kapal pesiar yang sudah membuka kembali kran pekerja kapal pesiar. “Namun untuk Indonesia, hal ini tidak serta merta bisa dilakukan karena terhalang oleh Surat Keputusan (SK) Ketenagakerjaan RI Nomor 151 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang berlaku mulai tanggal 20 Maret 2020. Saat ini banyak pekerja kapal pesiar tidak bisa kembali bekerja karena SK tersebut,” ujarnya saat memperingati Hari Ulang Tahun Pelaut sedunia di Pelabuhan Benoa Bali, Kamis (25/6).
Menurut Budiasa, SK tersebut dalam upaya Pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran Covid19 agar tidak menular kemana-mana. Seluruh warga negara wajib melaksanakan dan mematuhinya. Namun saat ini era new normal mulai dibuka. Banyak negara seperti Hongkong, Kanada, sudah kembali membuka kesempatan bagi pekerja kapal pesiar asal Indonesia baik yang kemarin dipulangkan karena Covid19 maupun cuti agar segera aktif. Tentu saja dengan berbagai protokol kesehatan yang ketat. “Namun kita di Indonesia belum bisa berbuat banyak. Sebab masih terhalang dengan SK Menteri Ketenagakerjaan. Masih dilarang. Belum ada perubahan. Makanya di hari jadi pelaut sedunia ini, dan setelah menerima banyak aspirasi, koordinasi, dari seluruh anggota KPI, kami meminta agar pemerintah segera ambil langkah, segera meninjau ulang, atau memberikan catatan pengecualian, atau apa sajalah. Intinya, para pekerja kapal pesiar bisa segera berangkat, dengan tidak melanggar SK tersebut. Ini sudah new normal, pekerjaan sudah menunggu, perusahan kapal pesiar sudah buka. Jangan sampai kita telat, kesempatan dan peluang hilang,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia harus ambil langkah cepat. Sebab, saat ini ada 404 kapal pesiar di dunia yang menyerap sekitar 56 ribu tenaga kerja asal Indonesia dengan posisi dan gaji yang lumayan besar. “Banyak perusahan kapal pesiar yang terlanjur suka dengan pekerja asal Indonesia, yang loyal, ulet, rajin, skill tinggi, dan tidak banyak protes karena etos kerja yang tinggi. Kalau kesempatan ini hilang maka kita akan direbut oleh negara lain terutama Filipina dan India,” ujarnya. Sebab, Indonesia adalah negara terbesar nomor dua yang mempekerjakan orangnya di kapal pesiar setelah Filipina yang berjumlah sekitar 400 ribu orang. Sementara Indonesia hanya sekitar 56 ribu orang lebih yang terdata secara resmi. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 40% berasal dari Bali atau sekitar 22-24 ribu orang. Dari jumlah ini, ada 17.800 orang yang pulang ke Bali karena Covid19, dan selebihnya memang sudah kembali karena Cruise change dan sudah siap bekerja kembali. Namun masih terhalang SK Menteri Ketenagakerjaan. Diperkirakan ada lebih dari 20 ribu orang yang sekarang menganggur di Bali, dan sisanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam pengamatan KPI, tidak ada cara lain yang dibuat pemerintah selain mengevaluasi SK tersebut. KPI menilai, pemerintah bisa merujuk pada regulasi lain yang lebih tinggi seperti UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Selain itu ada minimal 4 aturan sebagai rujukan pemerintah untuk mempercepat hal ini. Pertama, surat dari Internasional Chamber of Shipping tanggal 19 Maret 2020. Surat ini ditujukan kepada Dirjen UN ILO, Sekjen UN International Maritime Organization, Sekjen UN Conference on Trade and Development dan Dirjen WHO. Isinya adalah meminta kepada negara-negara agar ada perlakuan khusus kepada pekerja kapal pesiar dengan tetap memperlakukan protokol kesehatan sesuai dengan standard yang berlaku. Kedua, surat dari Sekjen International Maritime Organization (IMO) tertanggal 20 April dan 5 Mei 2020. Isinya tentang pentingnya peran pelaut dalam rangka menjaga supply global dan kerangka kerja protocol yang direkomendasikan untuk memastikan perubahan awal kapal (Cruise change) yang aman dalam melakukan perjalanan. Ketiga, ketentuan internasional tentang save Manning tentang jumlah minimum awak kapal. “Dari semua rujukan ini jelas, SK itu harus dievaluasi dan direvisi, agar pekerja kapal pesiar segera berangkat,” ujarnya. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *