Diserang Virus ASF, Peternak Babi di Bali Rugi Banyak

Denpasar-Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali IB Wisnuardhan mengatakan, para peternak babi di Bali saat ini sudah mengalami kerugian yang ditaksir lebih dari Rp 1 triliun rupiah. Selain itu, populasi babi di Bali terus berkurang sejak adanya wabah flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang dimulai pada Desember 2019 lalu. Hingga saat ini sejauh yang terdata secara jelas, sudah sebanyak 292 ribu ekor babi di Bali yang mati akibat virus ASF tersebut. Ini baru sejauh yang dilaporkan melalui asosiasi para peternak. Bila dihitung kondisi riil di lapangan maka jumlahnya akan jauh lebih banyak. Kondisi ini menyebabkan para pemotong babi kesulitan mendapatkan ternak babi, dan melonjaknya harga daging babi di pasaran. “Penyakit suspect ASF mengakibatkan babi mati sebanyak 292.000 ekor,” katanya di Denpasar, Selasa (16/2/2021).
Menurutnya, persoalan ini sudah dibahas secara resmi dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi II DPRD Bali. Dalam Raker tersebut seluruh persoalan peternak Babi dan virus ASF dieksplor untuk dicarikan solusi bagi para peternak. Selain berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan virus ASF, juga disoroti persoalan penyelundupan daging babi ke Bali. Penyelundupan daging babi membuat para peternak rugi dan jasa rumah potong rugi drastis. Belum lagi jika daging babi hasil selundupan itu mengandung virus ASF sehingga kondisi babi di Bali semakin terancam punah. pihaknya berkoordinasi dengan instasi terkait untuk perketat pengawasan di pintu-pintu masuk Bali. “Kita perketat pengawasan. Balai Karantina ikut mengawasi. Karantina ini yang punya kewenangan untuk menjaga lalulintas ternak di pintu-pintu masuk,” katanya.
Balai Karantina Hewan dan Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI) juga memberikan data yang mengejutkan. Sekretaris PHMI Putu Ria Wijayanti mengatakan, para peternak babi saat ini sedang mengalami kondisi yang terpuruk. Virus ASF belum bisa ditangani dengan efektif sehingga banyak babi yang menjadi korban. Dengan perhitungan harga jual babi rata-rata Rp3 juta per ekor, Wijayanti menyebut kerugian peternak hampir Rp 1 Triliun. “Kalau datanya 292.000 ekor (babi mati) kerugian berkisar Rp.876 Miliar. Itu baru data yang tercatat di dinas, belum yang tidak tercatat yaitu kematian babi pada peternak rumahan atau rumah tangga,” kata Ria. Jadi jumlahnya lebih tinggi dari yang ditaksir.
Masuknya daging babi ilegal ke Bali harus dicegah untuk memutus penularan virus ASF. Upaya yang dilakukan dengan pengawasan yang ketat di pintu-pintu masuk Pulau Dewata. “Kami berharap pemerintah paham bahwa ancaman virus ASF ini belum berakhir. Salah satu penyebarannya bisa lewat lintas ternak maupun daging antar daerah. Jadi pengawasan harap diperketat. Sampai saat ini tidak ada obat yang secara pasti dapat mengatasi virus ASF,” kata Wijayanti.

Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna juga menegaskan perlunya koordinasi di pintu-pintu masuk untuk mencegah masuknya daging babi ilegal ke Bali. “Koordinasi di pintu-pintu masuk tempat masuknya daging-daging maupun hewan ke Bali,” kata Politikus Golkar ini. Ia memperkirakan kerugian peternak mencapai Rp.3 triliun. “Dilihat dari jumlah ternak yang mati 292 ribu, hampir 300 ribu, kalau dikalikan dengan jumlah nilai dengan harga sekarang ini, itu di angka material saja (kerugian) sekitar Rp1,5 triliun, belum imaterialnya, cakupan 3 triliun itu benar adanya. Jadi berdasarkan data jumlah ternak yang mati,” kata Kresna Budi.

Eka Putra dari Balai Karantina Padangbai mengatakan, pihaknya tak bisa menyimpulkan daging babi yang masuk ke Bali itu suspect ASF, karena belum dilakukan pemeriksaan. “Kalau terindikasi kan kita belum melakukan pemeriksaan. Karena tidak kita temukan saya tidak berani mengindikasikan (suspect ASF). Yang jelas kalau dia tanpa melalui tindakan karantina, tanpa disertifikasi tidak jamin kesehatannya. Itu prinsipnya,” tegasnya.
Ia mengatakan, daging ternak yang masuk ke pulau dewata sesuai prosedur pasti akan diperiksa Balai Karantina. Pihaknya tentu tidak bisa melakukan periksaan daging ternak yang masuk ke Bali secara ilegal. “Kalau melalui prosedur kita melakukan pemeriksaan. Tapi ini kan tidak melalui prosedur, penyelundupan, kita tidak dapat melakukan pemeriksaan. Yang tidak melalui karantina kita tidak menjamin kesehatannya,” katanya. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *