Diskusi Pariwisata, PENA NTT Sodorkan Resolusi Sanur bagi Pemerintah Bali
Denpasar-Para awak media asal NTT yang bekerja di berbagai media di Bali yang tergabung dalam Perhimpunan Jurnalis (PENA) NTT menggelar diskusi bertajuk “Quo Vadis Pariwisata Bali” di Sanur Bali, Sabtu (28/11/2020). Diskusi tersebut menghadirkan Wakil Gubernur (Wagub) Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati dan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho dan hadir pula beberapa elemen pariwisata lainnya. Baik Wagub Cok Ace maupun Kepala Perwakilan BI Bali Trisno Nugroho sepakat bahwa wabah Covid-19 mengguncang semua sektor terutama sektor pariwisata di Bali yang paling berdampak. Bali yang bergantung pada sektor pariwisata tak luput dari dampak buruk dari pandemi yang belum tau kapan akan berakhir.
Ketua PENA NTT Igo Kleden mengatakan, tema ini diambil untuk mengetahui ke mana arah pariwisata Bali ke depan. Kehadiran Wakil Gubernur Bali sebagai perwakilan pemerintah daerah yang juga merupakan tokoh pariwisata Bali dan Kepala BI Perwakilan Bali sebagai pembicara utama sudah banyak memberikan bayangan atau jawaban atas pertanyaan itu. Ada banyak hal yang perlu dicarikan solusi bersama terkait masalah pariwisata ini. Bali selama ini telah menjadi destinasi wisata internasional dengan berbagai predikat ‘super’ yang melekat padanya. Berbagai penghargaan telah disandang. Namun ternyata Bali juga menyimpan segudang problem yang tak pernah dipecahkan secara tuntas, dan bisa berpotensi ditinggalkan oleh wisatwan di masa datang. “Pandemi Covid-19 menyadarkan kita bahwa Bali perlu ‘diselamatkan’ dan harus merebut kembali kejayaannya sebagai destinasi favorit di masa depan,” tutur wartawan senior yang terpilih menjadi Ketua Pena NTT-Bali periode 2020-2023 ini.
Wakil Gubernur Bali Cok Ace mengatakan, potensi pariwisata Bali bisa dilihat dari alam Bali yang indah dan lestari, seni dan budaya Bali yang harmonis serta wisata buatan yang menarik. Sampai saat ini Bali masih menjadi destinasi pariwisata favorit baik bagi Wisman maupun Wisnus. “Namun sejak Covid19 melanda dunia, semua ditutup. Berbagai upaya telah dilakukan. Untuk wisdom sudah dibuka sejak tanggal 31 Juli 2020. Dari data bisa diketahui bahwa kunjungan ke Bali berada di titik terendah terjadi pada Mei 2020 yakni hanya 101.947 orang. Namun di bulan Oktober sempat naik sampai 338.632 orang,” urainya. Saat ini Bali bersama seluruh stakeholder pariwisata terus berupaya membangun dan meningkatkan kepercayaan kepada wisatawan untuk datang ke Bali dengan protokol kesehatan tatanan kehidupan Bali era baru di berbagai sektor.
Diskusi yang berlangsung hangat itu sepakat bahwa Bali perlu berbenah guna memasuki era baru pariwisata dengan kenormalan baru. Hasil diskusi tersebut akhirnya dirumuskan dalam sebuah rekomendasi yang dinamai Resolusi Sanur. Butir-butir Resolusi Sanur ini langsung diberikan kepada Wakil Gubernur Bali sebagai wakil pemerintah, disaksi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, dan elemen pariwisata lainnya.
Ada pun isi dari Resolusi Sanur itu antara lain, pertama, muliakan wisatawan domestik. Pemerintah diharapkan agar lebih gencar promosikan pariwisata untuk segmen domestik. Jangan sampai ada diskriminasi antara Wisdom dan Wisnus seperti yang sering dilakukan selama ini. Kedua, siapkan rumah sakit khusus Infeksi. Tujuannya agar saat segmen pariwisata mancanegara dibuka kembali tidak ada kekhawatiran dari wisatawan terhadap pandemi Covid-19. Ketiga, ada sinergitas yang baik antara Pemprov dengan pelaku pariwisata untuk mematangkan dan merealisasikan strategi travel bubble untuk membuka gerbang pariwisata bagi negara lain dengan kerja sama khusus yang bersifat resiprokal (setara).
Keempat, Penataan Destinasi – Pemilik, pengelola dan karyawan DTW, hotel, restoran, industri wisata lainnya dan sarana penunjang pariwisata di Bali harus mematuhi protokol khusus di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif yakni kebersihan, kesehatan, keamanan, dan ramah lingkungan (cleanliness, health, safety, Enviromental).
Kelima, memiliki pusat data pariwisata Bali. Bali Tourism Board (BTB) atau GIPI didorong agar mendirikan pusat data pariwisata Bali. Dengan demikian setiap kebijakan atau keputusan tentang pariwisata Bali selalu berbasis data. “Misalnya jumlah kunjungan wisatawan, lama tinggal, spending money, wisata minat khusus, profil wisatawan per negara, umur, minat khusus dll,” tutur Igo.
Keenam, Pemprov Bali dan Pemkab/Pemkot di Bali harus membantu asosiasi, di luar PHRI guna mendapatkan hibah pariwisata dari pemerintah pusat (bukan hanya hotel dan restoran). Hibah ini juga diharapkan bisa dirasakan oleh para karyawan hotel dan restoran serta sektor lainnya.
Ketujuh, memiliki dana cadangan. Pemerintah harus memikirkan contingency fund yang bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 ini.
Kedelapan, pariwisata dibangun untuk Bali bukan Bali untuk pariwisata. Dalam hal ini perkuat ariwisata Bali berbasis budaya.
Kesembilan, kembalikan dana promosi pariwisata Bali yang sempat ‘hilang’ selama 10 tahun terakhir. Meski pariwisata Bali sudah sangat terkenal tetap memerlukan promosi jika tak mau kalah dari kompetitor. “Diharapkan diskusi yang diikuti oleh para tokoh pariwisata dan para pemangku kebijakan ini dapat memberikan arah ke mana pariwisata Bali ke depan. Sembilan resolusi yang ditawarkan oleh Pena NTT-Bali ini kiranya dapat dipertimbangkan untuk dituangkan dalam kebijkan pariwisata ke depan,” harap Igo.