PHRI Petakan Tantangan Pembangunan Nasional dari Bali
Denpasar [KP]-PHRI berpartisipasi dalam diskusi publik bertajuk “Pembangunan Ekonomi Nasional Capaian dan Problematikanya” yang diselenggarakan oleh Mandiri Djaya. Diskusi tersebut digelar di Kuta Bali, Sabtu (1/12). Diskusi tersebut melibatkan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya. Mereka adalah Prof Wayan Windia, ahli Subak dari Universitas Udayana, Panutan S Sulendrakusuma dari Lemhanas, Azka Subhan dari BI Denpasar, Ida Bagus Purwa Sidemen selaku Direktur Eksekutif PHRI dan dimoderatori oleh I Gede Sedana. Hadir dalam diskusi tersebut diantaranya para pelaku pariwisata Bali, para anggota Asosiasi Perdagangan Valuta Asing (APVA), mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bali serta para pelaku industri pariwisata lainnya.
Menurut Direktur Eksekutif PHRI Ida Bagus Purwa Sidemen, PHRI sebenarnya mulai dari pusat hingga daerah selalu mendukung pemerintah dalam pembangunan ekonomi nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kami sebagai asosiasi pariwisata PHRI, dalam pembangunan ekonomi nasional dari Bali, menjadi industri yang berperan penting dalam pembangunan. Saat ini pariwisata menjadi leading sector. Dalam pembangunan berkelanjutan, kami ingin bekerja sama dengan industri lainnya seperti pertanian, peternakan, sehingga memunculkan satu sinergi yang saling menguntungkan,” ujarnya. Bali sebagai pariwisata budaya selalu muncul dari pertanian. Makanya kepada para pihak yang berkepentingan dalam bidang pertanian diharap segera bersinergi dengan industri pariwisata. “Kita membangun bersama-sama untuk Bali ini,” ujarnya. PHRI menjadi salah satu stakeholder pariwisata maka sangat penting untuk dilibatkan dalam berbagai pembangunan di Bali menuju pembangunan ekonomi nasional.
Menurutnya, Provinsi Bali sebagai tempat tujuan wisata menyumbang 40 persen atau sekitar 8 Miliar USD devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata dengan total kunjungan wisatawan mancanegara hingga bulan Oktober 2018 4,1 Juta dari target kunjungan wisman 6,5 juta di Pulau Dewata, adapun wisatawan terbanyak berasal dari negera Tiongkok. Orientasi masyarakat di Bali telah berubah dari yang semula merupakan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sebagai petani menjadi masyarakat pelaku penyedia tempat wisata, dan hal ini juga berdampak meningkatkan kesejahteraan warga Bali dari pendapatan perkapita. “Pada saat ini hampir semua wilayah di Pulau Bali melakukan pembangunan yang berorientasi pada sektor wisata.
PHRI juga sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang juga sejalan dengan program kegiatan PHRI untuk meningkatkan kemajuan sektor pariwisata terutama di pulau Bali “ ujar Purwa Sidemen
Sementara pembicara dari Lemhanas Panutan S. Sulendrakusuma mengatakan, pembangunan ekonomi nasional menurut UUD NRI Tahun 1945 bertujuan untuk keadilan dan kemakmuran, kesejahteraan umum, pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, kekeluargaan, penguasaan negara dan demokrasi ekonomi. Untuk capaian saat ini data statistik menunjukkan dalam kurun waktu 4 tahun ( 2014 sampai 2018) pertumbuhan ekonomi stabil dan bahkan meningkat pesat. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu di atas 5 persen. Pertumbuhan itu terkait dengan penyediaan lapangan kerja, hampir 300 ribu orang terserap dalam setahun sehingga dalam 3 tahun terakhir tercipta 1,5 juta tenaga kerja,” ujarnya.
Tantangan lain dari pembangunan ekonomi nasional adalah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Kedua, negara ini sangat besar, terdiri dari beribu-ribu pulau, dipisahkan oleh laut. Pemerataan pembangunan, harga bahan pokok memang cenderung sama, walau disana-sini masih terjadi perbedaan. “Pemerintah sudah sungguh-sungguh membangun ekonominya, membangun banyak infrastruktur dengan tujuan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Pakar subak Universitas Udayana Prof. I Wayan Windia menyampaikan, visi pembangunan Bali tahun 2005 – 2025 tentang Bali Dwipa Jaya, adil dan demokratis serta aman dan bersatu, dalam wadah NKRI berlandaskan Tri Hita Karana. Namun, saat ini banyak subak hilang, lahan pertanian tergerus habis. “Rata-rata pertahun ada 1000 hektar lahan sawah alihfungsi atau hilang. Subak hilang, maka ancaman degradasi budaya pertanian juga hilang. Bali ini tinggal taksunya saja. Unsur sekalanya sudah hilang,” ujarnya.
Sementara Azka Subhan dari Bank Indonesia menyampaikan data-data statistik perekonomian nasional khususnya Provinsi Bali. Kinerja ekonomi Bali pada triwulan III 2018 mengalami pertumbuhan 6,24 yoy sementara inflasi pada bulan Oktober 2018 tercatat sebesar 3,62 % (yoy), sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan III sebesar 3,60 % (yoy). Sejumlah tantangan yang dihadapi ekonomi Bali kedepan antara lain tingginya ketergantungan ekonomi Bali pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisman serta tingginya alih fungsi lahan, terang Wakil Kepala BI Bali.
Dalam kesempatan terpisah Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Cok Ace saat ditemui di kediaman mengatakan, pariwisata Bali menghasilkan devisa tertinggi yang juga menunjang pembangunan ekonomi masyarakat Bali dan nasional. Kebijakan yang diambilnya pada saat ini baik sebagai Wagub Bali maupun Ketua PHRI Bali tidak lain hanya untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat di Bali. “Ada pemberitaan wisata ke Bali dijual sangat murah di Tiongkok dan harga tersebut dibawah rata-rata. Dalam berita juga terdapat isu bahwa wisatawan Tiongkok dipaksa untuk belanja disejumlah Toko dengan membeli produk Tiongkok yang disamarkan seolah-olah produk masyarakat Bali dengan harga yang sangat mahal. Toko-toko itu diduga kuat mempekerjakan tenaga kerja asing asal Tiongkok tanpa izin. Jadi itu sangat merugikan kita dan menyalahi etika, oleh karena itu saya telah menutup beberapa toko milik warga Tiongkok di kawasan Benoa Kabupaten Badung,” ujarnya. Dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah akan tetapi tanggung jawab seluruh stake holder guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. A05