Puluhan Perwakilan Warga Bali Berdoa untuk Ahok

Denpasar [KP]-Di hari keluarnya Basuki Tjahaya Purnama (BTP) atau yang selama ini biasa dipanggil Ahok, puluhan perwakilan rakyat Bali dari berbagai elemen masyarakat menggelar doa bersama di Hotel Inna Bali, Jl Veteran Denpasar, Kamis (24/1). Doa bersama itu dipimpin oleh beberapa pemimpin agama dari unsur Hindu, Kristen dan Muslim. Puluhan perwakilan rakyat Bali itu berdoa bersama atas bebasnya BTP dan bersyukur atas kiprah BTP selama ini, serta memohon petunjuk kepada Sang Hyang Widi agar BTP diberikan kekuatan, kesehatan, jalan yang baik untuk kiprah selanjutnya demi nusa dan bangsa.

Doa bersama itu dikoordinir oleh salah satu kuasa hukum BTP asal Bali yakni I Wayan Sudirta. Saat dikofirmasi, Sudirta mengatakan, doa bersama untuk BTP itu dilakukan untuk mempererat jaringan pendukung BTP. Ia menyebut jika jaringan BTP itu luar biasa. BTP itu punya jaringan sunggu luar biasa. “Saya bukan membela minoritas, tetapi membela pejabat negara. Dia itu simbol kebhinekaan, simbol orang minoritas yang menerima banyak tekanan. Kalau tidak dibela dengan baik, maka hal yang sama akan terjadi di kemudian hari, kaum minoritas akan kalah terus, terus dilawan dengan demo saja, maka hukum akan mengikutinya. Kalau orang minoritas tidak dibela, bisa diadili karena tekanan, kebetulan orangnya bernama BTP, maka akan terjadi korban yang sama, semua posisi minoritas akan sulit. Tidak perlu hukum, cukup dengan demo saja orang bisa jadi tersangka. Dengan tekanan saja orang bisa tersangka,” ujarnya.

Siapa yang minoritas di Indonesia? Menurut Sudirta, sebenarnya tidak ada yang minoritas mutlak. Di Bali mayoritas Hindu, Islam dan agama lainnya minoritas. Di Jawa, Islam mayoritas, agama lainnya minoritas. “Kalau ada apa-apa orang muslim di Bali, saya bela juga. Hak asasi orang dihargailah. BTP tidak menghendaki kalau dia dilahirkan sebagai Tionghoa atau Kristen. Tetapi BTP tidak bisa menolak kelahiran itu. Dia hanya kebetulan orang Tionghoa yang kristen. Apakah itu harus diperlakukan secara sewenang-wenang,” ujarnya.

Menurut Sudirta, dengan bebas, BTP itu sama dan sekelas dengan Nelson Mandela. Penahananan ada batasnya, hukuman ada batasnya. Orang juga akan teringat Soekarno yang sering dikurung. “Orang boleh dikurung sementara, tetapi tidak untuk selama-lamanya. Hukuman itu bisa menipu sebagian orang, tetapi bukan untuk semua orang. BTP tidak akan diam, dia akan berkiprah, tetapi saya tidak bisa menyebut apa kiprahnya setelah ini,” ujarnya. Berbagai tokoh besar di dunia juga mengalami nasib yang sama.

Ia meminta semua pendukung BTP agar selalu berkoordinasi supaya kuat. Pendukung BTP harus menyatukan persepsi, membangun komunikasi. “Wahai pendukung BTP dari seluruh dunia, khususnya di Bali dan Indonesia. Berkoordinasilah. Tidak ada manfaat kalau tidak berkoordinasi. Berarti tidak bisa menunjukkan kekuatan apa pun kalau tidak koordinasi,” ujarnya. Koordinasi ini dilakukan untuk mengawal NKRI harga mati. Nilai yang yang dipetik dari BTP adalah NKRI dan Pancasila. Jangan lengah. Kalau lengah maka kelompok militan akan berhasil mengganti idoelogi negara.

Dalam beberapa pertemuan dengan BPT, BPT akan berkiprah setelah keluar dari penjara. Dalam bidang bisnis, sudah banyak tawaran tetapi BTP belum menjawab. Dalam bidang politik, BTP tidak pernah berbicara apa pun. “Dia juga tidak pernah menyatakan dukungan ke Jokowi. Tetapi anda tahu lah. Tidak perlu dijelaskan,” ujarnya. Dalam sebuah diskusi politik dengan BTP, Sudirta mendapat banyak pendidikan. Salah satunya BTP menceritakan jika selama terjun di dunia politik tidak pernah kalah. Bupati Blitung Timur dua periode. Anggota DPR RI satu periode. Gubernur DKI satu periode. “Nanti periode kedua yang disebabkan oleh polemik penodaan agama akhirnya BTP tidak terpilih,” ujarnya. A03

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *