Petani Milenial Bali dengan Omset Belasan Juta Perbulan
Denpasar[KP]-Menjadi petani di era milenial bukanlah hal yang mudah. Banyak generasi muda saat ini selalu membayangkan membayangkan dunia yang kotor, lumpur, ndeso, berpenghasilan pas pasan, dan seterusnya. Hal ini tidak berlaku bagi petani milenial Bali. Salah satunya adalah I Made Sandi atau yang lebih dikenal dengan nama De Melon. Pria yang menjadi petani di Banjar Munduk Andong, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali membantah bahwa petani itu kotor, berpenghasilan rendah dan gaptek. “Saya pastikan jika gambaran petani yang penuh lumpur, gaptek, berpenghasilan rendah itu tidak benar. Justeru petani milenial Bali itu raja, canggih, bisa bermain internet di kebun, penghasilan tinggi, kerjanya time freedom, udarah bersih, tanpa polusi, sehat, sejahtera lahir batin,” ujarnya saat ditemui di kebunnya beberapa hari lalu.
De Melon mengaku sudah tergabung dalam komunitas petani milenial Bali sejak tahun 2018 lalu. Saat itu ada program pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Bali bergerak dengan cepat. Bukan hanya teman-teman yang tamat perguruan tinggi tetapi dari berbagai kalangan. Untuk di Bali, disebut petani milenial karena ada trend bahwa petani itu harus melek teknologi. Petani yang bisa menggunakan IT untuk berbagai hal seperti promosi, menggunakan media sosial berbagi informasi, penjualan dan transaksi, menggunakan internet untuk belajar, meningkatkan kapasitas dan pengetahuan yang digelutinya, berbagi informasi dan pengetahuan dan sebagainya. “Sekarang ini petani Bali sudah bisa main internet dari kebunnya. Ada yang buntu atau kurang paham mereka langsung klik internet. Searching google. Misalnya soal hama, kutu, ulat, cara pemupukan, bibit, dan seterusnya. Petani akan mendapatkan pengetahuan tambahan dari media sosial dalam hal ilmu dan strategi dalam mengembangkan pertanian itu sendiri. Dan dengan media sosial petani akan bisa bertukar informasi dengan petani2 yang berada di luar daerah juga,” ujarnya.
Saat ini De Melon menggeluti bidang hortiklutura dengan cirikhas organik. Pertanian organik sudah dirintis sejak tahun 2014. Ada banyak produk organik yang dihasilkan seperti Pok Coy, Kailan, Rukolla, Salada Keriting Hijau, Sakada Keriting Merah, Parsley Italy, dan yang lainya. Semuanya organik. Selain menyasar pasar lokal untuk masyarakat sekitar, juga dipasok untuk hotel berbintang di Bali. Ada banyak hotel berbintang dan restoran berbintang yang memesan berbagai jenis sayuran organik darinya. Saat ini pihaknya dengan beberapa teman lain ingin membentuk kelompok atau komunitas khusus sayur organik Bali. Kelompok ini akan secara khusus memasarkan produk organik Bali khususnya sayur dan buah buahan. “Kita ingin agar bumi Bali ini sehat, manusianya sehat, tidak tercemar bahan kimia dan Bali akan menjadi pulau organik,” ujarnya.
De Melon meminta kepada semua anak Bali, generasi Bali jangan takut jadi petani. Tidak ada yang perlu dikuatirkan kalau orang mau berusaha. Hal ini sudah dibuktikan dirinya. “Menjadi petani milenial memang tidak ada yang perlu ditakuti. Ada saat untuk masuk ke kebun, kotor, lumpur. Tetapi semuanya harus dilakukan dengan happy. Penghasilan besar, kerja santai, pemasaran mudah, jaringan luas, pengetahuan luas, pergaulan elite,” ujarnya. Saat ini hanya dari sayur saja, perharinya hanya duduk manis di kebun uang datang Rp 300 ribu. Belum lagi orderan ke hotel dan restoran. Rata-rata penghasilan bersih perbulan minimal Rp 10 juta. Kerjanya santai, penghasilan terima bersih.
Hal positif lainnya dari para petani milenial Bali adalah pengetahuannya yang luas soal lingkungan hidup. Petani itu sangat simpel. Karena petani harus mandiri, petani bisa bikin pupuk organik baik padat dan cair sendiri. Dengan biaya yang sedikit hasilnya lumayan. Mereka sangat peduli dengan lingkungan. Mulai bertani ramah lingkungan berarti ikut menjaga keseimbangan alam. Yang perlu diingat bahwa bertani itu sangat penting karena semua orang akan menikmati dan mengkonsumsi hasil kerja dari petani. A04