Pleidoi Bos Hotel Kuta Paradiso Ditolak JPU

Denpasar[KP]-Sidang kasus dugaan memberikan keterangan palsu pada akta otentik dan dugaan  penipuan dan penggelapan dengan terdakwa bos Hotel Kuta Paradiso Harijanto Karjadi kembali digelar di PN Denpasar, Jumat (17/1). Sidang kali dilakukan untuk dua agenda sekaligus yakni keberatan Jaksa atas nota pembelaan atau pleidoi dan jawaban terdakwa melalui penasihat hukum atas keberatan jaksa yakni duplik. Ketua Majelis Hakim Soebandi mempercepat jadwal sidang karena terdesak oleh waktu penahanan terdakwa yang hampir selesai. “Kita memang buat percepat sidang kasus ini. Bahkan untuk replik (tanggapan Jaksa dari Pledoi terdakwa) langsung duplik (sanggahan kembali dari kuasa hukum terdakwa). Karena waktunya mepet terhadap batas waktu penahanan terdakwa, jadi Selasa (21/1) nanti, sudah putusan dari Majelis hakim,” sebut Hakim Soebandi, yang memimpin jalannya persidangan dalam perkara ini.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) diwakili Ketut Sujaya menanggapi pembelaan dari penasehat hukum terdakwa. Sujaya menyatakan bahwa apa yang tertuang dalam pembelaan atau pledoi justru tidak berkaca pada jalannya proses persidangan mulai dari awal sidang ini di gelar. Karenanya, JPU menyatakan bahwa terdakwa bersalah atas perbuatannya melawan hukum sebagaiman tertuang dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan. “Menyatakan terdakwa Harijanto Karjadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik,” sebut Jaksa.

Pihak JPU, dikatakan Sujaya tetap memohon kepada Mejelis Hakim agar menjatuhkan hukuman sebagaimana tertuang dalam tuntutan sebelumnya yaitu selama 3 tahun penjara. “Pada intinya kami dari pihak Jaksa selaku penuntut umum menolak isi pembelaan dari terdakwa dan tetap menyatakan tetap pada tuntutan,” tegas Sujaya.

Sementara itu dalam Duplik dari kuasa hukum Petrus Bala Patyonan menyatakan tetap menolak isi dakwaan. Dimana pada intinya, segala bentuk yang disangkakan kepada terdakwa tidak dapat dibuktikan secara hukum. Karenanya secara tegas agar terdakwa dibebaskan demi hukum. “Meyakinkan bahwa semua saksi yang diajukan pihak jaksa penuntut umum tidak menunjukkan bukti kuat adanya perbuatan terdakwa melakukan tindakkan melawan hukum. Karenanya kami selaku penasehat hukum terdakwa, menolak seluruh yang disangkakan pihak jaksa penuntut umum,” tegas Penasehat Hukum terdakwa.

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus yang menjerat bos Kuta Paradiso ini bermula pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta,No.87, Kuta Badung. Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.

Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *