Program KB Ancam Keberlangsungan Budaya Bali
Denpasar [KP]-Gubernur Bali I Wayan Koster kembali menegaskan jika program KB atau penurunan laju pertumbuhan penduduk sangat mengancam budaya Bali. Koster mengeritik program KB tersebut dan meminta agar di Bali tidak perlu terlalu digencarkan karena mengancam budaya Bali. Menurutnya hal itu bukanlah sebuah prestasi dan justru mengancam budaya warisan leluhur. Kostern bahkan pernah menyampaikan kritik ini secara terbuka pada Rapat Koordinasi Daerah Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali di Grand Inna Bali Beach Hotel, Senin (18/3).
Gubernur Koster mengatakan tren pertumbuhan penduduk di Bali dalam lima tahun terakhir tergolong stagnan. “Artinya yang lahir sama yang hidupnya berakhir hampir berimbang. Dan sudah saya dalami per kabupaten datanya. Pertumbuhannya relatif kecil,” kata Gubernur asal Sembiran, Buleleng. Ketua PDIP Provinsi Bali ini menyinggung Mars KB yang tidak menyinggung soal pengurangan jumlah. Justru, Ia menambahkan sesuai dengan mars tersebut, prestasi di bidang kependudukan adalah bagaimana membangun keluarga yang sehat, cerdas dan kuat.
Saat dikonfirmasi di berbagai kesempatan, Koster mengatakan ancaman budaya Bali tersebut terletak pada hilangnya nama Nyoman dan Ketut bila selalu diprogramkan cukup dua anak. Orang Bali itu ada 4 nama dalam satu keluarga. Bila program penurunan laju penduduk dengan tagline cukup dua anak, maka habis nama Bali Nyoman dan Ketut. “Di berbagai kesempatan, saya selalu kritik. Di Bali itu harus 4 anak. Dan yang paling penting adalah bukan soal dua anak, tetapi mewujudkan keluarga yang berkualitas itu yang penting. Berapa pun jumlahnya, kalau semuanya berkualitas tidak masalah,” ujarnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali Catur Sentana menyampaikan laju pertumbuhan penduduk Bali menurun dari 2,31% pada tahun 2010 menjadi 2,14% pada tahun 2017. Selain itu terjadi pula penurunan angka kelahiran total dari 2,3 pada tahun 2012 menjadi 2,1 per wanita usia subur pada tahun 2018. “Penurunan ini selain sebagai dampak penggunaan kontrasepsi yang telah mencapai 54,8% bagi pasangan usia subur, juga meningkatnya media usia kawin pertama perempuan dari 21,9 tahun menjadi 22,1 tahun,” kata Cakra.
Gubernur Koster mengakui bahwa angka tadi menunjukkan program keluarga berencana dua anak di Bali relatif berhasil dari segi angka. Namun bagi masyarakat Bali data itu justru kurang membahagiakan karena hilangnya nama-nama seperti Nyoman dan Ketut. “Jadi ada bagian dari warisan leluhur kami ini hilang,” kata Koster. Mantan anggota DPR RI ini mengatakan akan mengubah paradigma kependudukan di Bali dengan tidak lagi fokus pada pengurangan jumlah namun bagaimana membangun keluarga yang berkualitas dan direncanakan dengan baik. Ia berharap dengan paradigma ini melahirkan generasi yang sehat, cerdas, kuat, berdaya saing, produktif dan berkontribusi. A03