ASITA Bali Minta Guide Bersandal Jepit dan Celana Pendek Ditindak Tegas oleh Pemerintah

Denpasar[KP]-Dewan Pengawas Tata Krama DPD ASITA Bali Komang Takuaki Banuartha meminta dengan sangat agar Pemerintah Provinsi Bali agar melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap praktek digital tourism yang marak di Bali. Menurutnya, praktek digital tourism memang sudah menjadi tuntutan era global. Namun bila tidak diawasi pemerintah maka pada saat yang sama praktek tersebut akan membunuh kearifan lokal Bali yang sesungguhnya menjadi modal utama pariwisata Bali sebab, Bali itu pariwisata budaya. “Sistem digitalisasi pariwisata memang sangat baik, tetapi harus ada pengawasan serius dari pemerintah di Bali. Bila tidak, maka sistem ini akan berubah menjadi perusak atau pembunuh pariwisata Bali. Saya pertanyakan, dimana peran pemerintah di Bali, dimana pengawasannya, sampai ada pemandu wisata atau guide menggunakan celana pendek dan sandal jepit saat memandu tamu ke berbagai obyek pariwasata. Ini Bali, dan harus diperlakukan secara beda,” ujarnya di Denpasar, Jumat (16/8).
Ia menyebutkan, banyak travel agen online tidak terdaftar, tidak punya izin, tidak membayar pajak dan seterusnya yang saat ini beroperasi di Bali. Travel online yang tak berizin ini menjual Bali dengan harga murah karena mereka tidak memikirkan untuk membayar pajak. Selain itu, mereka tidak memiliki izin sebagai pemandu dengan standar yang sudah ditetapkann. Salah satunya, selalu mengenakan busana Bali, mengetahui latar belakang adat dan budaya supaya bisa dijelaskan kepada tamu. “Jangankan mengetahui latar belakang budaya Bali. Saat mengantar tamu mereka mengenakan celana pendek sobek-sobek, mengenakan sandal jepit. Ini sangat tidak sopan, tidak beretika, apalagi ke beberapa obyek wisata yang spiritual Bali. Ini tugas pemerintah menertibkannya,” ujarnya. Selain melanggar etika pramuwisata Bali dan tidak membayar pajak, guide yang mengenakan celana pendek dan sandal jepit itu sangat bertentangan dengan program Pemerintah Provinsi Bali yang mencanangkan busana adat Bali pada setiap Kamis dan hari raya keagamaan atau upacara keagamaan. “Kami minta Pemprov Bali dan Pemkab seluruh Bali bertindak tegas terhadap para pelaku digital tourism ini, mereka ilegal, tidak beretika, tidak bayar pajak, jual murah Bali,” ujarnya.
Menurutnya, Kemenpar memang telah mendorong agar penerapan digital tourism ini bisa mendorong tingkat kunjungan wisatawan di Bali. Namun tidak berarti bahwa semua orang bisa melakukan bisnis digital tourism ini secara serampangan. Bisnis digital tourism yang ada di Bali harus memenuhi kualifikasi yang ditentukan, tunduk kepada aturan dan etika yang berlaku. Layanan online ini harus menjadi perhatian pemerintah setempat, sehingga tidak mematikan bisnis yang sama, yang legal, beretika, melindungi kearifan lokal. “Mereka yang terdaftar secara resmi merasa sangat dirugikan oleh oknum travel online yang tidak mendaftarkan usahanya ke dinas perzinan dan dinas pajak. Parahnya lagi, yang tidak terfatar luput dari pemeriksaan, karena pemerintah hanya memeriksa yang terdaftar saja,” ujarnya. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *