Indonesia akan Dukung Blanded Finance Lewat Regulasi
Denpasar (KP)-Menko Maritim, Luhut B. Pandjaitan mengatakan, dalam rangka mendorong implementasi blended finance sebagai alternatif pembiayaan pemerintah akan membantu dengan pemberian insentif berupa regulasi. “Pemerintah tentunya akan membantu dengan memberikan insentif yang berupa regulasi. Seperti Perpres tentang sampah dan banyak lagi, ” ujar Menko Luhut saat membuka secara resmi Forum Tri Hita Karana (THK) di Bali, Rabu (10/10).
Pada forum yang berlangsung hingga tanggal 11 Oktober tersebut, akan dipresentasikan proyek-proyek besar, investasi dan komitmen yang terkait dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs). Forum ini dipersiapkan sejak 1.5 tahun lalu saat perkenalan pertamanya dengan metode blended finance (pembiayaan campuran) ini. “Saat itu akhirnya kami setuju dengan metode pembiayaan ini, karena kami tidak ingin menggantungkan semua biaya pembangunan hanya kepada APBN, terutama dengan yang berhubungan dengan SDG’s. Tidak sedikit proyek-proyek yang akan kita tandatangani di akhir acara ini nanti, dan kebanyakan berhubungan dengan SDG’s seperti lingkungan hidup, sampah laut, sampah plastik, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Dukungan dari pemerintah ini juga disetujui oleh Stewart James, Global Public Affairs of HSBC, salah satu partner_ pada forum ini. “Tantangan pembiayaannya tidak kecil sehingga untuk memperkecil resiko, kami butuh support dari pemerintah agar metode pembiayaan ini bisa sukses,” ujar Mr. James.
Sementara Presiden Yayasan _United in Diversity (UID), Mari Elka Pangestu yang menjadi salah satu penyelenggara forum ini mengatakan, kunci dari keberhasilan blended finance adalah kerja sama. “Membangun rasa percaya itu membutuhkan kerja sama, antara lain dari pemerintah dan sektor swasta yang menjadi rekan dalam upaya ini. Dengan adanya forum ini kita bukan hanya membicarakan bagaimana mencapai SDG’s tetapi juga bagaimana agar SDG’s ini bisa terwujud.
Pembiayaan ini lebih mempertimbangkan biaya sosial ke depan, sehingga harus ramah lingkungan agar dapat menarik investor yang fokus kepada aspek lingkungan. “Proyek-proyek pembangunan kita yang berhubungan dengan SDG’s jumlahnya tidak sedikit seperti ecotourism, lingkungan hidup, health, ekonomi perempuan, dan masih banyak lagi,” ujarnya. Tiga tahun lalu Bappenas menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan target pembangunan infrastruktur sebesar Rp 5,519 triliun, yang 40 %nya bersumber dari APBN. Banyak dari target-target tersebut relevan dengan pencapaian SDGs, seperti pengentasan kemiskinan, penyediaan air bersih dan sanitasi, serta penyediaan infrastruktur untuk mendorong industri.
Mari Pangestu mengatakan pada forum ini mereka akan meilihat proyek mana saja yang cocok dengan metode pembiayaan ini. “Kita akan melihat pertumbuhan seperti apa yang bisa berkelanjutan untuk Indonesia dan kita bisa melihat apa yang menjadi keinginan investor dan dari situ kita bisa melihat bentuk pembiayaannya. Jadi kita harus melakukan kerja sama antara sektor swasta, masyarakat dan para pemangku kepentingan,” katanya. Menurut mantan menteri di era SBY itu, hal ini tidak terlalu sulit karena banyak program dan proyek Indonesia yang telah seiring dengan mencapaian SDG’s seperti green sukuk bond, green bond dan OJK pun telah mengeluarkan roadmap keuangan berkelanjutan dan banyak lagi.
BUMN di bidang infrastruktur, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) mengatakan menargetkan investasi sebesar 4 miliar dolar AS untuk 31 proyek berkelanjutan (SDGs), kemiskinan, dan lingkungan dalam skema blended finance. “Sampai dengan 4 miliar dolar AS siap ditawarkan kepada investor hingga kurun 2019,” kata Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini. Forum Tri Hita Karana juga didukung oleh mitra termasuk World Bank Group, IMF dan sebagainya. Pada acara ini akan dibahas blended finance ini sebagai salah satu instrumen keuangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menutup keterbatasan ruang fiskal, menarik sumber-sumber pendanaan internasional masuk ke Indonesia dan sekaligus berkontribusi pada kestabilan sistem keuangan negara.
Acara ini diadakan paralel dengan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali yang sampai hari ini telah mencatat peserta sebanyak 35.557 orang. A08