Desember 3, 2024

Alih Fungsi Lahan di Bali Mencemaskan

0
Denpasar[KP]-Alih fungsi lahan di Bali terus terjadi. Data terakhir menunjukan luasa lahan produktif di Bali yang mengalami alih fungsi maish berkisar antara 800 sampai 1000 hektar pertahun. Alih fungsi lahan itu sangat beragam, mulai dari pembangunan hotel, vila, bengkel, gudang, ruko, perumahan dan berbagai jenis usaha lainnya. Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, tidak ada cara lain di Bali untuk mencegah alih fungsi lahan selain dengan cara membentengi diri melalui peraturan yang sudah ada. Peraturan yang dimaksud adalah Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Subak. Secara keseluruhan, Perda Subak tersebut mengatur tentang lahan produktif Bali yang harus tetap dijaga dilindungi.
Saat berbicara kepada masyarakat Desa Tengkulak Kaja, Cok Ace mengajak masyarakat seluruh Bali khususnya warga Desa Tengkulak Kaja untuk menjaga tanah hijau berupa sawah atau subak mereka dari giuran dolar, mengingat lahan hijau di Bali saat ini sudah semakin berkurangnya. “Seluruh masyarakat Bali harus membentengi diri dengan Perda Subak agar tanah Bali terjaga dengan baik,” ujarnya, Rabu (9/10). Warga Bali harus bentengi diri dengan Perda Subak sehingga lahan produktif tetap terjaga, budaya subak tetap terlestari dengan. Sebab bila lahan produktif hilang, subak hilang, identitas Bali dengan subaknya juga hilang.
Cok Ace menyebut, dari 79.000 Ha sawah di Bali, setiap tahunnya mengalami pengurangan sekitar 1000 Ha akibat alih fungsi lahan. Sehingga bersama-sama antara warga dan pemerintah serta instansi terkait meminimalisir penjualan lahan hijau, meskipun penghasilan yang diperoleh petani tiap bulan tidak lebih dari 3 juta rupiah. Untuk menghindari alih fungsi lahan, instansi terkait bersama warga subak harus memiliki komitmen dengan membuat perarem (peraturan adat), dan mengoptimalkan Perda Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat yang saat ini sudah memiliki kekuatan hukum salah satunya untuk mengurangi alih fungsi lahan dari sawah menjadi perumahan.
Subak dan bendesa harus bekerja sama untuk membentengi desa-desa di Bali dengan memastikan status seorang penjual tanah sawah untuk melanjutkan hidupnya dan tempat tinggalnya, khususnya menjadi warga desa dimana dengan membebankan kewajiban/ iuran yang harus dibayar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari keberadaan subak yang tidak memiliki pangemong. Cok Ace mengingatkan apabila ada permasalahan maka dicari pemecahan antara Bendesa Adat dengan Majelis Adat Kabupaten serta Dinas Kebudayaan terkait, dengan maksud dapat mempertahankan kesatuan dan kebersamaan warga Bali. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *