Bila Terjaga, Hasil Laut Bisa Memberi Makan Dua Miliar Orang di Dunia
Nusa Dua (KP)-Data mengejutkan disampaikan oleh Organisasi Kelautan Global Oceana. CEO Oceana Andrew Sharpless saat ditemui di Nusa Dua Bali, Minggu (28/10) mengatakan, Oceana adalah organisasi global kelautan terbesar di dunia dan kini sudah tersebar di 10 negara di dunia dengan wilayah laut yang luas. “Tugas Oceana tidak lain adalah untuk menyelamatkan laut dari polusi dan pencemaran lainnya. Tujuannya agar laut menjadi makanan bagi dunia. Bila seluruh dunia punya komitmen membangun kelautannya, membersihkan pencemaran dan polusi, memberantas penangkapan ilegal maka sesungguhnya laut bisa memberikan makanan bagi 1,8 miliar sampai 2 miliar orang di dunia untuk selamanya. Dan ini akan meningkat terus bila kualitas laut kita tetap terjaga. Menjaga laut secara berkualitas, sama dengan menyelamatkan pangan dunia yang sangat dibutuhkan lebih dari 2 miliar orang di dunia,” ujarnya.
Menurutnya, Oceana selalu mengkampanyekan dan mendukung upaya peningkatan transparansi dan pengurangan produksi plastik termasuk pada Konferensi Our Ocean di Bali. Oceana mendukung sepenuhnya upaya peningkatan transparansi perikanan dunia dan pengurangan produksi plastik pada konferensi Our Ocean di Bali, Indonesia. Konferensi ini akan berlangsung pada 29 – 30 Oktober di Nusa dua, menghadirkan pemimpin dari seluruh dunia untuk membuat komitmen nyata dan yang dapat diterapkan untuk menjaga dan menyelamatkan lautan kita.
Sejak 2014, konferensi Our Ocean telah menghasilkan dana sebanyak $18 milliar dollar untuk konservasi dan telah melindungi lebih dari 12 juta kilometer persegi lautan. “Partisipasi Oceana dalam konferensi tersebut sebagai komitmen untuk menyelamatkan lautan dari ancaman penangkapan ikan berlebihan, penangkapan ikan ilegal, dan yang menghancurkan habitat. Kita telah membuat polusi pada lautan kita, mengambil ikan berlebihan, dan membunuh terlalu banyak spesies berharga dan kehidupan di bawah laut,” ungkap Joshua Jackson, Aktor dan Aktivis Laut.
Data Oceana menunjukan, terdapat sekitar sepertiga dari stok ikan dunia yang telah ditangkap secara berlebihan. Bajak laut modern terus menjarah lautan kita, mengancam negara-negara yang bergantung pada makanan laut sebagai sumber utama protein mereka. Metode penangkapan ikan yang merusak seperti pukat harimau (bottom trawling) terus merusak karang-karang yang sudah berumur lama dan spesies di bawahnya. Nelayan terus membuang makanan laut dan satwa liar yang secara tidak sengaja ditangkap sebagai umpan. Kehidupan laut yang penting, seperti hiu terus-menerus menurun jumlahnya akibat dari penangkapan ikan hiu yang berlebihan serta praktik pemotongan sirip ikan hiu yang brutal dan membuang tubuh ikan hiu di laut.
Kampanye Oceana untuk meningkatkan transparansi dalam hal pengelolaan manajemen perikanan dan menggunakan pendekatan antar negara untuk memenangkan dan mendapat kebijakan yang dapat memulihkan dan meningkatkan kelimpahan laut. Indonesia telah menerapkan contoh yang penting dengan membuat data palacakan kapal (Vessel Tracking Data) agar dapat terbuka di ranah publik dan sekarang Peru telah mengikutinya. Pergerakan global transparansi dimulai dari sini, di Indonesia,” ujar Andrew Sharpless.
Lautan kita saat ini menerima ancaman yang kita hadapi tiap harinya yaitu plastik. Setidaknya ada 17,6 miliar pon sampah plastik memasuki lautan tiap tahunnya. Namun, Indonesia, seperti negara lainnya di dunia melihat ada ancaman yang dihadapi di lautan secara langsung. Perusahaan yang terus-menerus menggunakan kemasan plastik menghancurkan tempat-tempat yang indah seperti Bali. Penduduk dunia telah membuang satu truk sampah plastik ke lautan setiap menitnya. Mendaur ulang dan pengunaan kembali (reuse) bukan merupakan jalan keluar dari masalah ini. “Kita harus mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah plastik yang mereka produksi dan mencari solusi alternatif untuk mengirimkan produk mereka.” ujar Jacqueline Savitz, Chief Policy Officer, Oceana
Aktor, Aktivis Laut, Environmentalist dan anggota celebrity supporter Oceana Nadine Chandrawinata menyampaikan bahwa upaya untuk mengatasi limbah plastik dan pencemaran lainnya sangat penting untuk ekosistem laut kita serta untuk masa depan ekonomi kita. “Karena itu, saya sangat senang Indonesia menjadi tempat untuk penyelenggaranaan konferensi Our Ocean yang ke lima di Bali. Saya sangat sedih mengetahui bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil sampah plastik di laut terbesar di dunia. Diperkirakan hingga 1,29 juta metrik ton plastik masuk ke lautan dari Indonesia setiap tahun. Ini merupakan peran penting bagi kita untuk membantu menemukan solusi dari krisis plastik. Kita dapat memulai dengan menolak menggunakan botol plastik, sedotan, dan tas sekali pakai (single-use), tetapi itu bukan hanya tugas kita. Kita harus menuntut perusahaan berhenti memproduksi lebih banyak plastik di negara dan laut kita,” tambah Nadine.
Lautan telah memberikan banyak hal, namun sayangnya lautan telah dieksploitasi untuk keuntungan jangka pendek, daripada digunakan sebagai sumber daya bersama global yang dapat memberikan sumber makanan untuk waktu yang lama, apabila kita merawatnya. Lautan kita layak mendapatkan yang lebih baik. Itu sebabnya saya merasa bangga dapat memberikan dukungan kepada organisasi Oceana, yang telah memenangkan kebijakan di seluruh dunia yang membantu melindungi serta memulihkan lautan kita, dan ini merupakan alasan utama saya untuk hadir di acara konferensi Our Ocean di Bali,” tutupnya. A05