Dinilai Menjadi Aset Besar, Bali akan Mengeluarkan Perda Kebudayaan
Denpasar [KP]-Gubernur Bali I Wayan Koster akan mengeluarkan Perda Kebudayaan di Bali dengan tujuan untuk memproteksi perlindungan terhadap kebudayaan Bali di tengah proses globalisasi saat ini. Koster meyakini, memajukan kebudayaan Bali menjadi bagian dimensi pertama Visi-Misi Pembangunan Bali 2018-2023, yakni mengutamakan kebudayaan Bali sebagai hulu yang menjiwai segala aspek pembangunan Bali. Termasuk kemudian menjadikan kebudayaan Bali sebagai basis dan pilar utama pembangunan perekonomian masyarakat Bali. Untuk itu Gubernur Bali akan membuat dan mengeluarkan Perda yang akan melindungi kebudayaan Bali. Menurutnya kekayaan utama Bali adalah kebudayaan yang tidak ada habisnya. Jadi itu harus terus digali dan dilestarikan. “Bali tidak seperti wilayah lain yang mempunyai kekayaan alam yang akan habis jika digali terus. Bali punya kebudayaan yang semakin digali akan terus berkembang, jadi saya ingin melindunginya dengan membuat payung hukum,” jelasnya di hadapan Dirjen Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI, Hilmar Farid serta perwakilan bupati/walikota se-Bali, serta budayawan se-Bali, Selasa (4/12).
Dalam kesempatan itu Ia juga memaparkan berbagai program kerja yang terkandung dalam visi Nangun Sat Kertih Loka Bali, terutama di bidang kebudayaan. “Salah satu yang saya lakukan belakangan ini adalah penggunaan bahasa Bali dan busana adat Bali setiap hari Kamis bagi semua instansi maupun perusahaan di Bali,” imbuhnya. Sementara ke depan dia juga berharap arah pembangunan Bali bisa berlandaskan kebudayaan dan kearifan lokal setempat. “Sehingga arah berikutnya adalah pembanguna Bali yang berlandaskan kebudayaan setempat. Saya ingin kebudayaan menjadi komoditi utama perekonomian Bali sehingga ke depan kita tidak akan bergantung sepenuhnya dengan sektor pariwisata, karena kita bisa mengandalkan sektor budaya lainnya seperti pertanian,” tandasnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha melaporkan bahwa Kongres Kebudayaan Bali I dan II sebelumnya digelar tahun 2008 dan 2013 lalu. “Catatan Belanda juga tahun 1920 an, pernah melaksanakan Kongres Kebudayaan Bali,” ungkapnya. Menurutnya pelaksanaan Kongres Kebudayaan Bali III tahun 2018 juga terasa istimewa karena diselenggarakan setelah lahirnya Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan bertepatan saat proses mempersiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Proviinsi Bali tahun 2019 – 2023. Menurut Beratha, kondisi faktual kebudayaan di masing-masing kabupaten/kota sebelumnya telah dipetakan dan terangkum dalam pokok-pokok pikiran kebudayaan daerah. Pokok-pokok pikiran itulah yang dipaparkan secara bergantian oleh kabupaten/kota dalam kongres. Utamanya mencakup 10 objek dan cagar budaya yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus. Kemudian, apa permasalahannya, apa langkah-langkah yang sudah dilakukan, serta rekomendasi.
Hal senada dikatakan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid bahwa ujung tombak kebudayaan Indoensia adalah Bali, sehingga memajukan, menggali serta melindungi berbagai kebudayaan dan kearifan lokal di Bali sangat diperlukan. Ia juga mengingatkan bahwa Bali sangat unik, karena kebudayaan merupakan nafas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi kita di Bali sudah punya metode, kenseptual dan bahan, tinggal merumuskannya menjadi sebuah kebijakan kebudayaan,” imbuhnya. Di samping itu, Ia juga mengingatkan para ahli dan praktisi kebudayaan di Bali untuk tidak melupakan tujuan awal pembangunan yang dirumuskan oleh para pendiri Bangsa kita. “Tujuan kita di sini adalah bersatu, berdaulat, adil dan makmur untuk Indoensia. Jadi saya harap dalam merumuskan pokok-pokok tentang kebudayaan tidak terlepas dari tujuan pokok tersebut,” tandasnya.A03