Gerakan Tanpa Sedotan Plastik Indonesia Ditiru banyak Negara di Dunia

Denpasar (KP)- Gerakan Anti Sedotan Plastik (No Straw Movement) Indonesia saat ini sudah ditiru oleh banyak negara di dunia. Gerakan Anti Sedotan Plastik itu diinisiasi oleh PT Fast Food Indonesia yang memulainya dari Kota Jakarta. General Manager Marketing PT Fast Food Indonesia Hendra Yuniarto saat ditemui di Kuta Bali, Kamis (1/11) mengatakan, gerakan anti sedoran plastik ini sebenarnya baru dimulai pada Mei 2017 lalu hanya untuk beberapa gerai yang di Kota Jakarta. Namun rupannya gerakan ini mendapat respon yang sangat positif baik dari para konsumen maupun di internal PT Fast Food Indonesia. Akhirnya gerakan anti sedotan plastik ini merambat ke semua gerai yang yang ada di Jabodetabek berjumlah 233 gerai. “Sejak itu sekitar Juni 2017, Singapura mulai mengikutinya. Mereka mulai memberlakukan gerakan anti sedotan plastik di negaranya. Tidak berapa lama kemudian diikuti oleh Hongkong di Cina. Saat ini kemungkinan besar banyak negara terus mengikuti gerakan Anti Sedotan Plastik dari Indonesia,” ujarnya.

Menurut Yuniarto, Gerakan Nasional Anti Sedotan Plastik itu akhirnya diberlakukan oleh manajemen terhadap seluruh gerai PT Fast Food Indonesia. Saat ini ada 630 gerai yang ada di 34 provinsi di Indonesia memberlakukan hal yang sama, dimana dalam sajian minuman dingin sama sekali tidak dihidangkan sedotan plastik. Gerakan ini diluncurkan bersamaan dengan peringatan hari Terumbu Karang Dunia yang dirayakan tanggal 8 Mei setiap tahunnya. Landasan pemikirannya adalah sedotan plastik masih menyumbang peringkat kelima penyumbang sampah plastik di dunia termasuk Indonesia. “Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka kami berupaya untuk mengurangi sumbangan sampah plastik, yang dimulai dari internal kami sendiri. Minimal, jika sebelumnya PT Fast Food Indonesia menggunakan 12 juta batang sedotan plastik, sekarang menjadi zero,” ujarnya. Dasar pemikiran lain adalah sedotan plastik itu barang yang ringan, mudah dibawah kemana-mana, bisa dibuang dimana saja, kemudian sampah itu mudah ditiup angin, dibawa banjir mulai dari selokan, sungai dan akhirnya sampai ke laut. “Bayangkan, ada 12 juta batang sedotan plastik setiap tahunnya dibuang ke laut. Itu baru dari seluruh gerai PT Fast Food Indonesia. Coba hitung saja ratusan ribu restoran di Indonesia melakukan hal yang sama. Berapa sampah plastik yang dihasilkan dari sedotan plastik. Ini kelihatannya kecil, tetapi sangat serius menimbun sampah di Indonesia. Ekosistem laut rusak, terumbu karang juga rusak, laut tercemar,  ikan juga tercemar,” ujarnya.

PT Fast Food Indonesia sama sekali tidak mengkuatirkan terjadi penurunan omset atau larinya konsumen ke restoran lainnya. Berdasarkan pengalaman yang dialami selama ini, orang Indonesia sudah sangat kritis. Mereka memaklumi bahwa gerakan nasional anti sedotan plastik itu merupakan gerakan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia. “Malahan beberapa konsumen bertanya atau menganjurkan kenapa gerakan ini tidak dilakukan di restoran lainnya, sehingga sedotan plastik tidak digunakan lagi di Indonesia. Artinya, respon masyarakat sudah sangat bagus,” ujarnya. Satu dua kasus memang masih terjadi komplain terutama konsumen dari para ibu rumah tangga. Umumnya mereka komplain karena kuatir lipstiknya memudar atau kalau ada yang membawa anak di bawah umur yang belum bisa minum secara langsung. “Awalnya mereka protes. Bahkan ada yang mengatakan, berapa harga sedotan biar kita bayar saja. Namun setelah dijelaskan, mereka akhirnya memahaminya,” ujarnya. Untuk itu mulai Januari 2019, perusahan akan memberikan reward kepada pelanggan yang menolak sedotan plastik. Jadi saat itu pegawai pura-pura menyajikan minuman dengan sedotan plastik. Bila ada konsumen yang menolak, maka akan diberikan apresiasi. “Apa rewardnya, rahasia ya. Tunggu saja mulai Januari tahun depan,” ujarnya. A05

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *