Menpar: Penjualan Murah Pariwisata Bali itu Fenomena Global Mirip Kartel
Nusa Dua [KP]-Menteri Pariwisata (Menpar) RI Arief Yahya mengatakan, penjualan pariwisata Bali secara murah oleh oknum yang diduga para mafia asal Tiongkok merupakan fenomena global. Penjualan pariwisata Bali secara murah memang terjadi dimana-mana. “Saya akan bertemu dengan Menteri Pariwisata Tiongkok untuk berbicara masalah tersebut. Dulu kita sudah pernah ada kesepakatan soal itu melaui ASITA. Salah satu hal yang disepakati adalah membuat daftar, dimana hanya travel agen yang terdaftar secara resmi yang boleh beroperasi di kedua negara. Masing-masing negara mengeluarkan daftar tavel agen yang resmi. Ini menurut saya paling efektif. Jadi kalau tidak masuk dalam daftar resmi dari kedua negara tidak boleh beroperasi. Kalau yang masuk dalam list membuat kenakalan, maka dia bisa dicabut izinnya. Ini akan saya ulangi lagi dalam pertemuan ke depan. Karena ini adalah kesepakatan 3 tahun lalu dengan Menpar Tiongkok,” ujarnya di Nusa Dua, Senin (12/11).
Menurutnya, kasus yang sama yakni penjualan pariwisata secara murah sebenarnya bukan hanya terjadi di Bali saja, tetapi terjadi di seluruh Indonesia bahkan fenomena global. Hanya saja Bali memunculkan kasus itu ke permukaan. Di Thailand dulu ada persoalan yang sama yang disebut dengan zero dolar tour dan zero fee tour. “Di Thailand paling ramai. Ada dua istilah yang sangat terkenal. Zero dolar tour dan zero fee tour. Bukan hanya di Bali, tetapi hampir terjadi di seluruh dunia. Di Bali sekarang sudah kita atasi,” ujarnya. Pemerintah akan menyelesaikan secara G to G sehingga tidak merugikan semua pihak.
Menpar menyebut, mafia penjualan murah pariwisata dari Tiongkok ini lebih dikenal atau lebih tepat disebut dengan istilah kartel. “Kalau terjadi secara massif sebenarnya tidak. Tetapi peluang itu ada. Sebenarnya apa sih yang terjadi? Kalau kita mau sebut satu kata yaitu kartel, yakni satu industri yang dikuasai oleh satu badan usaha atau seseorang. Mulai dari berangkat dari Cina, tiba di Bali, membeli di tokonya sendiri ketika di Bali, dan seterusnya,” ujarnya.
Dampak dari mafia penjualan pariwisata sampai saat ini memang belum dirasakan atau bahkan tidak kelihatan. Namun kalau dibiarkan, akan sangat berbahaya untuk masa yang akan datang. Saat ini jumlah turis Cina ke Bali antara 150 ribu sampai 200 ribu perbulan. Jumlah ini terus meningkat.
Seperti diberitakan selama ini, praktek penjualan pariwisata Bali secara murah akhirnya terbongkar setelah adanya protes dari beberapa stakeholder pariwisata di Bali. Protes tersebut sampai akhirnya membuat Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati melakukan sidak ke beberapa toko dan agen asal Cina yang diduga telah bekerja sama dengan orang lokal. Dan terbukti, di beberapa toko di kawasan Benoa, tenaga kerjanya asal Cina yang diduga juga ilegal, pembayaran melakukan mata uang Cina, tamu asal Cina diajak hanya ke toko yang menjual barang asal Cina dan sebagainya. Kasus ini akhirnya membuka mata para stakeholder pariwisata Bali, dan DPRD Bali. Bahkan, anggota DPRD Bali sampai melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali.Kn05