Diserap Pariwisata 13 Juta Liter Tahun 2018, IFBEC Bali Desak RUU Larangan Minuman Alkohol tidak Dilanjutkan
Denpasar[KP]-Ketua Indonesian Food & Beverage Executive Association (IFBEC) Bali Ketut Darmayasa saat ditemui di Kuta Bali, Minggu (6/12/2020) meminta agar RUU Larangan minuman alkohol sebaiknya tidak usah dilanjutkan atau dipending saja. Hal ini cukup beralasan karena dampak dari UU tersebut cukup signifikan sekalipun untuk pariwisata dimasukan dalam pengecualian. “Saya mewakili teman-temsn di IFBEC kurang setuju dengan adanya draf RUU larangan mikol. Namun demikian saya melihat sudah ada niat baik dari pemegang otoritas untuk membuat pengecualian. Saran kami kalau bisa draf RUU larangan mikol tidak dilanjutkan,” ujarnya.
Darma juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Rancangan Undang-undang tentang larangan minuman beralkohol yang memasukan empat point pengecualian yakni untuk kepentingan agama, untuk kepentingan adat istiadat, untuk kepentingan farmasi dan terakhir untuk kepentingan pariwisata. Bila ditinjau dari sisi pariwisata maka akan ada 10 Bali baru yang dicanangkan pemerintah yang artinya ada 10 Bali baru minimal di 10 provinsi di Indonesia. Kemudian banyak kota di Indonesia yang identik dengan kegemerlapan dan glamor seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan sebagainya. Kegemerlapan berbagai kota di Indonesia seperti ini identik dengan alkohol. “Menurut saya, selama minuman beralkohol itu dikonsumsi secara wajar, tidak akan menimbulkan potensi kejahatan. Bahkan, kalau dikonsumsi secara normal maka banyak faedahnya. Sebaliknya, bila dikonsumsi secara tak wajar maka akan menimbulkan dampak negatif lainnya. Orang yang makan nasi secara berlebihan saja bisa bisa berdampak negatif. Semuanya kembali ke pribadinya masing-masing,” ujarnya.
Permintaan untuk tidak meneruskan draf RUU Larangan Mikol sangat beralasan. Untuk pariwisata Bali, sesungguhnya mampu menyerap minuman beralkohol dalam jumlah yang banyak. “Data tahun 2018 saja, pariwisata Bali mampu menyerap 13 juta lebih liter alkohol dari berbagai golongan. Ini adalah potensi besar bagi Indonesia dan Bali. Coba hitung saja berapa banyak pemasukan dari cukai alkohol. Ini baru pariwisata Bali. Belum lagi banyak kota lain di Indonesia. Data ini resmi dari BPS. Jadi pariwisata itu, terutama untuk wisatawan mancanegara, alkohol sangat diperlukan. Ini juga pemasukan cukai bagi negara,” ujarnya dengan suara meninggi.
Dari jumlah 13 juta liter tersebut diketahui jika sebanyak 7,5 juta liter berasal dari minuman alkohol golongan A dimana kadar alkoholnya hanya 0 sampai 5%. Kemudian sebanyak 2,3 juta liter berasal dari golongan B dengan kadar alkohol sampai 20%. Sisanya berasal dari golongan C dengan kadar alkohol sampai 55%. Masuk golongan ini seperti Vodka, whisky, Chivas, redlabel dan sebagainya. “Hitungan kasar saja, kalau dikonversikan ke rupiah dari cukai minuman beralkohol maka pendapatannya sangat signifikan. Untuk golongan C misalnya, pita cukai sebanyak Rp 86 ribu perliter. Tinggal dihitung saja. Begitu juga untuk golongan B dan A. Jadi besar. Untuk Bali saja bisa mencapai sekitar Rp 2 triliun. Itu kalau semuanya jujur sesuai regulasi,” ujarnya. Ia meminta agar regulasi yang sedang disusun agar memperhatikan aspek ekonomi masyarakat. A05