Koster Dicecar Soal Penolakan Israel Tampil di Bali dalam Debat Pilgub
Denpasar(KP)-Calon Gubernur Bali dari PDIP Wayan Koster dicecar terkait penolakan dirinya semasa menjadi Gubernur Bali periode 2018-2-2023 lalu. Bahkan pertanyaan soal penolakan Bali terhadap Timnas Israel yang akan tampil di Bali saat itu, langsung meluncur dari Calon Gubernur nomor urut 1 Made Muliawan Arya alias De Gadjah. De Gadjah menilai, penolakan Koster terhadap Israel dalam piala dunia U-20 di Bali merupakan pembangkangan terhadap pemerintahan pusat. Sebab, pemerintahan provinsi adalah wakil dari pemerintah di daerah. Namun bila pemerintah di daerah menolak program pusat maka tindakan itu merupakan pembangkangan terhadap pusat.
Menurut De Gadjah, Koster sudah kelewatan memasukan unsur politik dalam urusan sepak bola atau olahraga. Ia menilai, Koster juga lebih taat dengan ketua partainya yakni Megawati Soekarnoputri ketimbang Presiden RI saat itu yakni Joko Widodo. “Apakah calon gubernur nomor urut dua lebih taat kepada pemerintah pusat atau ketua partai. Sebab calon gubernur nomor urut 2 yang saat itu masih menjadi gubernur menolak kehadiran Timnas Israel yang akan tampil di Piala Dunia U-20 di Bali. Dampaknya seluruh event Piala Dunia U-20 di Indonesia akhirnya dibatalkan. Jangan mencapuradukan urusan politik dengan olahraga. Sepakbola itu urusan pusat, urusan Kemenpora, urusan politik luar negeri. Gubernur siapa pun tidak berwenang untuk menolaknya. Apalagi gubernur mengurus urus keamanan, pertahanan, agama, itu semua kewenangan pusat,” ujarnya. Pernyataan De Gadjah ini mendapat sambutan meriah dari para pendukung yang hadir.
Mendapat pertanyaan tersebut, Koster menjelaskannya secara detail. Menurut Koster, penolakan tersebut tentu sudah sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia. Dalam rumusan Dasa Sila Bandung dan juga Permendagri yang melarang tentang pengibaran bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Israel di Indonesia dalam forum resmi di Indonesia. “Saya menolak tim Israel untuk bermain di Bali. Bukan menolak Piala Dunia U-20. Kalau ini berjalan, maka ada potensi gangguan keamanan di Provinsi Bali. Kalau itu terjadi maka risiko momentun pemulihan pariwisata akan terputus, kemudian pemulihannya akan lebih lama. Risikonya akan berlanjut, pemulihannya akan lebih lama, perekonomian Bali akan terpuruk,” ujarnya. Koster menjelaskan, penolakan tersebut juga sudah disampaikan alasan ke pusat dengan mempertimbangkan kondisi yang lebih besar bagi Bali yang hidupnya dari pariwisata.