Kualitas Pariwisata Menurun, Perlu Dibangun Sejalan dengan Visi Pembangunan Bali

Denpasar [KP]-Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati (Cok Ace) menjelaskan, visi pembangunan di Bali saat ini Nangun Sat Kerthi Loka Bali mengandung makna menjaga kesucian dan keharmonisan Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan Krama dan Gumi Bali yang sejahtera dan bahagia, sesuai dengan prinsip Tri Sakti Bung Karno yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi publik dengan tema “Nangun Sat Kerthi Loka Bali dalam Spirit Pembangunan Wkonomi Bali” di Denpasar, Rabu (20/2). “Guna melindungi para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali kami jajaran Pemprov Bali telah menutup toko-toko nakal di wilayah Benoa yang terafiliasi dengan travel agent dari Tiongkok yang sangat merugikan pariwisata dan pelaku ekonomi kreatif di Bali, karena toko tersebut menabrak norma kesantunan serta merusak citra Bali di mata internasional,” tegas Wagub.
Toko-toko diketahui menjual produk asing yang disamarkan seolah produk lokal Bali dengan pembayaran menggunakan aplikasi We Chat sehingga tidak ada perputaran uang di Bali. Cok Ace tak ragu menyebut jika kualitas pariwisata Bali mengalami penurunan drastis belakangan ini. Penyebabnya adalah upaya ‘menjual’ Bali dengan harga yang murah. “Bali mengalami penurunan kualitas pariwisata. Salah satu indikasinya adalah penurunan daya beli. Bali dijual murah oleh turis,” kata Cok Ace.
Pada acara yang diinisiasi Mandiri Jaya Organizer itu ia melanjutkan, selama ini pariwisata merupakan tulang punggung ekonomi Bali selain dari UKM dan sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 6,35 persen melampaui nasional sebesar 5,17 persen.
Begitu pula dengan PDRB Bali sebesar 56 persen yang melebihi nasional sebesar 54 persen. Persentase kemiskinan dan pengangguran di Bali juga jauh di atas nasional yakni 3 persen dan 1,17 persen berbanding 9 persen dan 5,14 persen.
Dalam hal indeks pembangunan manusia, Bali juga mengungguli nasional dengan raihan 74.30. “Ini menyangkut kesehatan, kebahagiaan, pendidikan dan tingkat ekonomi Bali yang jauh di atas nasional,” papar dia. Sektor pariwisata menyumbang 73 persen pendapatan Bali atau setara dengan Rp163 triliun dari pendapatan total sektor pariwisata senilai Rp225 triliun. “Itu pendapatan kotor Bali di sektor pariwisata. Sisanya sektor UKM dan pertanian, di mana pertanian menyumbang 14 persen pendapatan Bali,” ujarnya.
Hanya saja, dijual murahnya Bali oleh turis, utamanya wisatawan asal Tiongkok menjadi tantangan tersendiri. Ia menceritakan, toko-toko asal Tiongkok yang beroperasi di Bali banyak menjual hal-hal tak berkaitan dengan pariwisata seperti rantang, panci, bantal dan lainnya. Dari hasil investigasinya, turis Tiongkok diajak masuk ke toko tersebut. Terlebih dahulu mereka di-cluster dalam ruangan sejumlah 30-50 orang. Di sana, mereka mendapat penjelasan tentang produk yang mereka jual dikaitkan dengan Indonesia. “Mereka menjelaskan jika Indonesia merupakan penghasil karet terbaik di dunia. Kalau tidak tertarik membeli, mereka akan dipaksa dengan beragam cara untuk tertarik membeli,” papar Cok Ace. Anehnya, para pegawai toko tersebut tak bisa berbahasa Indonesia meski memiliki KTP Indonesia seperti Singkawang dan Sumatera. “Ini juga saya selidiki. Lalu pembayarannya dia pakai WeChat. Artinya, produk yang mereka jual tidak ada di Bali. Di sini hanya sampel saja. Barang sudah ada di sana (Tiongkok). Kita tidak pernah terima pendapatan dari impor barang dia. Dari keuntungan itu disebut jual beli kepala. Toko harus bayar kepada agen, kepada partner sekian dollar,” beber dia.
Jika turis Tiongkok tak tertarik membeli juga, Cok Ace mengaku mereka memiliki trik rayuan maut lainnya. Yakni, mereka akan memelas bercerita jika orangtua mereka merupakan pengusaha kaya raya di negeri asalnya. Mereka dikirim ke Bali untuk mengelola usaha orangtua mereka. “Dia mengaku tersiksa di Indonesia. Dia minta dibeli barangnya agar dapat pulang ke negaranya. Dari satu kepala, keuntungan yang didapat US$100. Kira-kira dia dapat US$1.000 dari bisnis itu dalam sehari,” urai dia. Hal lainnya, banyak turis Tiongkok yang mengalami kecelakaan dalam berkendara. Setelah dicek ternyata bus yang mereka sewa adalah keluaran tahun 80-an. Sementara banyaknya turis Tiongkok yang tewas saat diving atau rafting itu terjadi lantaran mereka sengaja menyewa instruktur tak bersertifikat agar berbiaya murah.
“Sekarang mencuat isu di Tiongkok jika mereka diusir dari Indonesia. Bali yang daerahnya baik sekarang juga sudah tidak mau menerima kami (orang Tiongkok). Maka baru-baru ini saya ke Tiongkok menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Kalau mereka dikelola dengan baik, cukup bagus karena ada 11 juta turis Tiongkok trip ke Bali,” paparnya. A05