Masa Depan Demokrasi Dunia ada di Kaum Milenial

Nusa Dua [KP]-Gelaran Bali Democrazy Forum (BDF) ke-11 kali memberikan warna tersendiri bagi kehidupan demokrasi dunia. Warna baru itu ditandai dengan hadirnya kaum muda dari berbagai negara di dunia. Generasi milenial ini terdiri dari berbagai latar belakang. Ada pelajar, mahasiswa, pengusaha muda, aktifis, pegiat media sosial, manajer IT dan berbagai profesi lainnya. Usia mereka rata-rata 25 tahun ke bawah. Jumlah mereka hampir setengah dari peserta BDF ke-11. Mereka tergabung dalam Bali Democrazy Student Conference (BDSC). Jumlah persisnya sebanyak 138 orang pemuda dan pemudia dari 57 negara yang menghadiri BDF ke-11. Untung saja tidak semua negara mengirimkan pesertanya karena negara peserta berjumlah 97 negara.

Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fakhir mengatakan, generasi milenial saat ini adalah masa depan demokrasi dan bukan hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh negara di dunia. “Generasi muda atau generasi milenial adalah pelaku demokrasi di masa yang akan datang. Untuk itulah dalam BDF kali ini kita melibatkan dalam BDF dalam forum BDSC. Kita sadar betul, bahwa merekalah yang akan menjalankan demokrasi di masa yang akan datang. Makanya kita melibatkan mereka,” ujarnya.

Menurut Wamen, dalam beberapa pemaparan, diketahui jika generasi milenial itu sangat dekat dengan teknologi, sangat dekat dengan Media Sosial. Ke depannya, demokrasi sangat bergantung dengan IT dan kepada kaum milenial tadi. Salah satu pembicara adalah Mateo Nicolas Salvatto yang baru berusia 19 tahun. Mateo adalah CEO berusia 19 tahun dan menjadi otak di balik Hablalo, yaitu aplikasi yang didesain untuk membantu kaum yang mempunyai kesulitan mendengar untuk berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Mateo sendiri bukan orang yang hidup dengan disabilitas, tapi mampu berempati untuk membantu kaum yang kesulitan berkomunikasi adalah sesuatu yang selalu mereka hadapi sehari-hari. “Anak seusia Mateo sudah mampu berjuang, menciptakan aplikasi untuk kesejahteraan orang lain. Lagi-lagi, demokrasi itu harus berujung pada kesejahteran sesama dan dengan teknologi dunia maya,” ujarnya.

Selain Mateo, masih ada lagi mahasiswa dan pemimpin muda berbakat dari lima benua. Mereka semua mempunyai nilai, sejarah, dan kebudaayan yang berbeda. Namun, mereka semua semangat ingin bertukar ide soal demokrasi dan mempunyai pengetahuan dan ambisi yang jauh melebihi usia mereka. Kesadaran itu muncul karena saat ini dunia sudah tanpa batas. Jejak digital membuat pendidikan dan keaktifkan dalam politik di berbagai negara dapat diketahui, dipelajari dengan nudah.

BDF sadar betul, bahwa kaum milenila sangat berperan. Jika banyak kaum milenials yang tampak apatis, delegasi BDSC memandang politik adalah sesuatu yang menantang yang mengundang untuk ditaklukkan. Mereka juga memandang akses merata untuk pendidikan adalah hal yang luar biasa penting, karena dengan pendidikan, tidak hanya masyarakat bisa mendapatkan kompensasi finansial yang lebih tinggi, tapi juga mempunyai filter yang lebih baik, yang sangat diperlukan di era yang dipenuhi oleh identity politics dan hoax news.

Selama event BDF ke-11 kali ini, para peserta juga mendengarkan beberapa proyek demokrasi yang digagas kaum milenial dari BDSC sebelumnya. Untuk itu, mereka juga sepakat untuk melakukan inovasi terhadap proyek baru yang bersifat inklusif.

Delegasi BDSC menekankan semua poin-poin mereka dalah outcome documents bertitel “You(th) Makes Change”. A05

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *