Pelaku Utama Pemalsuan KTP untuk Orang Asing di Bali belum Tersentuh Hukum
Kuasa hukum Vinsen Jala, SH bersama kliennya NKM dalam kasus pemalsuan KTP di Bali

Denpasar[KP]-Kasus pemalsuan KTP bagi warga negara asing di Bali memasuki babak baru. Kasus ini sudah menyeret 5 orang tersangka yang terdiri dari dua warga negara asing dan tiga orang lainnya adalah warga negara Indonesia. Untuk dua orang warga negara asing itu masing-masing bernama Rodion Krynin yang dalam KTP palsu bernama Alexander Nur Rudi asal Ukraina dan Muhammad Zghaib bin Nizar yang dalam KTP palsu bernama Agung Nizar Santoso asal Suriah. Sementara tersangka warga Indonesia berinisial IWS (honorer Dukcapil), IKS (pejabat tingkat desa) dan NKM, seorang penerjemah bagi tersangka asal Suriah. Kasus ini diduga kuat belum menyentuh tersangka utama atau otak dari semua skenario pemalsuan KTP untuk orang yang bertindak sebagai semacam sponsor.
Menurut Nur Kasinayati Marsudiono (NKM), dirinya heran dijadikan tersangka padahal dia hanya sebagai penerjemah dari pelaku asal Suriah yakni Nizar. Bahkan selaku penerjemah Nizar, Nur (panggilan akrabnya) tidak mendapatkan sepeser biaya. “Saya hanya mendapatkan uang Rp 200 ribu. Itupun dikasih saat saya berulang tahun. Dikasih oleh Nizar. Itu saja yang saya terima. Saya heran kenapa saya yang hanya membantu menerjemahkan atau translator juga ikut terseret, sementara ada pihak lain yang menerima uang sampai belasan juta tidak ditangkap atau diperiksa. Saya sudah menyebut nama itu saya saya diperiksa,” ujarnya di Denpasar, Senin (10/4/2023).
Nur mengisahkan awal mula perkenalan dia dengan pria asing bernama Nizar. Awalnya berkenalan dengan Nizar melalui aplikasi media sosial. Awal bertemu keduanya janjian di sebuah warung bakso di Denpasar. “Saat itu ngobrol biasa seperti biasanya orang yang friend with benefit, makan, minum. Seperti anak muda Bali umumnya yang berkenalan sama bule. Tidak ada pembicaraan apa pun soal tujuan Nizar mau bikin KTP dan membuka rekening di Bank Permata,” ujarnya. Selang beberapa hari kemudian, Nur mendapatkan chatting dari Nizar dan bertanya bagaimana caranya membuka rekening di Bank Permata. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Nur menjelaskan jika orang asing tidak bisa membuka rekening di Indonesia dan kalau pun bisa harus mendapatkan atau melalui sponsor. Namun Nur menjanjikan jika dia akan bertanya terlebih dahulu dengan manajer di kantor tempat ia bekerja bernama Pak Hendro. Saat itu Nur tetap berperan sebagai translator. Usai pertemuan, ternyata tetap tidak bisa buka rekening karena masih menggunakan paspor Suriah.
Setelah itu Nizar juga bertanya apakah bisa mencarikan sponsor agar bisa buka rekening. Nur mencoba bertanya sama Wawan, kekasih Nur, yang kebetulan adalah anggota TNI bertugas di Denpasar. Oleh Wawan dikenalkan pada seniornya di bernama Pujut yang juga anggota TNI bernama Pujut. Diaturlah pertemuan dengan Pak Pujut di sebuah tempat makan bernama Double-B. Saat itu bertemu antara Nizar, Nur, Pak Pujut dan isterinya serta orang dari Dukcapil bernama pak Rene. “Waktu itu saya hanya sebagai penerjemah dan teman makan Nizar. Tidak lebih dari itu. Tidak ada hubungannya dengan yang atau bayaran. Saya hanya translator,” ujarnya. Saat itu apa yang dibicarakan oleh Pak Pujut dan isterinya dan sebaliknya diterjemahkan. Saat itu juga dibicarakan pembayaran melalui isterinya Pak Pujut. Karena mereka menjanjikan bisa membuka rekening Bank Permata. Saat itu antara Nizar dan isterinya Pujut saling tukaran nomor telepon. Mereka sama sama saling tahu. Semua yang cash dikasi Nizar saat itu diserahkan semua ke isterinya Pujut. Setelah itu transaksi melalui transfer. “Saya tidak mendapatkan apa apa saat itu. Hanya saat saya ulang tahun dikasi uang oleh Nizar Rp 200 ribu. Ulang tahun kan November, sementara pertemuan itu September,” ujarnya.
Kuasa hukum Nur, Vinsensius Jala mengatakan, dirinya sudah melakukan konfirmasi dengan kliennya dengan lengkap. Dalam berkas pemeriksaan, disebutkan bahwa inisiatif untuk bertemu di Double-B adalah isterinya Pak Pujut bersama Rene yang diketahui merupakan pejabat honorer dari Dukcapil Kota Denpasar bernama I Ketut Sudiana, yang juga sudah menjadi tersangka. Klienya tidak berperan apa apa dalam menentukan syarat mendapatkan KTP, KK dan buku rekening. “Nama itu ada dalam berkas pemeriksaan. Yang berperan, yang menerima transfer, yang menerima fee dari Nizar itu adalah orang yang bernama Riski, yang tidak lain adalah isteri dari Pujut. Sesungguhnya orang ini harus juga ikut diperiksa dan menjadi tersangka,” ujarnya.
Menurut pengacara muda itu, Ibu Riski itu diduga disembunyikan oleh penyidik atau sengaja tidak disentuh. Juga diduga Ibu Riski itu saat ini masih berstatus sebagai ASN di lingkungan Polda Bali. Informasi dari berbagai pemberitaan media diketahui jika tersangka lainnya yakni kepala dusun berinisial IKS. IKS mengaku karena ada anggota TNI, ada aparat negara maka pihaknya percaya saja. Sebab IKS mengaku jika proses itu berlangsung dan tidak mengetahui kalau yang mengurus KTP itu adalah WNA. “Kami minta agar ibu Riski juga ikut diperiksa. Minimal dikenakan pasal turut terlibat melakukan perbuatan melawan hukum. Jangan hanya klien kami yang hanya penerjemah, tidak dibayar, dan sebagainya. Ini tidak adil. Hukum harus ditegakkan. Semua warg negara harus diperlakukan sama di depan hukum. Jangan karena aparat, tidak tersentuh hukum,” ujarnya
Selaku kuasa hukum, ia ingin agar jangan sampai penyidik atau kejaksaan membawa perkara ini ke pengadilan secara salah atau tidak memenuhi prosedur hukum. Sebab bila ada dugaan kuat keterlibatan tersangka lain tetapi tidak diperiksa secara lengkap. Pengakuan para tersangka tersebut juga semestinya menjadi pintu masuk penyidik untuk memeriksa Ibu Riski karsna yang menerima transfer adalah ibu Riski. Hal ini penting agar pengadilan tidak memutuskan perkara yang diproses secara salah, tidak memenuhi unsur hukum yang baik dan benar. Ada dugaan pelaku lain yang jelas-jelas terlibat dan merupakan otak dari semua tindakan kejahatan namun tidak tersentuh hukum. “Bila penyidik sampai membawa perkara ini ke persidangan maka yang kasihan adalah majelis hakimnya. Karena mereka diantar ke ruangan yang gelap untuk memutuskan perkara ini. Pelaku utama tidak disentuh. Ada apa, apakah karena ada hubungannya dengan TNI atau memang sengaja tidak mau bekerja profesional,” tanyanya sinis. A02