April 20, 2025

Warga Tuding PT Jimbaran Hijau Caplok Lahan Warga dengan Kekuatan Aparat

0

Denpasar[KP]-Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) sekitar 160 orang warga Jimbaran Bali, yang tergabung dalam Kesatuan Penyelamat Tanah Adat (KEPET ADAT) terhadap sejumlah perusahaan dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali terus bergulir. Sidang pemanggilan para pihak digelar di Pengadilan Negeri Denpasar sejak Senin, 17 Februari 2025. Koordinator Kuasa Hukum Kepet Adat, I Nyoman Wirama, mendesak direksi PT Jimbaran Hijau (PT JH) untuk hadir langsung menemui warga yang menggugat dan menuntut hak-hak mereka dalam agenda mediasi yang akan digelar oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Apalagi kalau direksi merasa tidak memiliki kesalahan.
“Jangan-jangan mereka tahu, kalau perusahaan mereka memang bersalah. Karena selama ini direksi yang berwenang mewakili perusahaan berdasarkan undang-undang Perseroan Terbatas sama sekali tidak berani menemui warga. Bahkan dipanggil pihak Deesa Adat Jimbaran pun hanya mengirim karyawan saja. Direksi jangan berlindung di balik ketiak aparat. Ini justru menunjukkan mereka ada masalah. Benar-benar ada masalah,” tegas Wirama, saat dikonfirmasi, Rabu (19/2/2025).

Wirama menegaskan, PT JH selama ini terkesan mengalihkan permasalahan utama yang ada dengan menciptakan permasalahan lain yang seringkali mengada-ada. Misalnya, melaporkan koordinator warga, I Wayan Bulat ke pihak kepolisian dengan tuduhan penyerobotan tanah dan memprovokasi agar timbul kasus kekerasan dan pemukulan oleh warga.
“Perusahaan selalu mencoba mengadu-domba pekerja mereka dengan warga. Bahkan pekerja yang asli Jimbaran pun diprovokasi dan diadu domba. Ini mirip sekali dengan politik devide et impera. Cara-cara yang biasanya digunakan oleh Penjajah Belanda ketika menjajah Indonesia. Tidak hanya itu. Bahkan warga yang sudah memberikan kuasa kepada kami tim kuasa hukum pun dipengaruhi untuk mencabut kuasa dan melaporkan kami secara pidana, dengan iming-iming G
ganti kerugian. Bahkan salah satu kuasa hukum mereka diprovokasi untuk melanggar kode etik advokat. Oknum tersebut kini sudah saya laporkan ke organisasi atas dugaan pelanggaran kode etik,” beber wirama.

Wirama berkali-kali menekankan, agar PT JH tidak berlindung di balik ketiak aparat. Wirama meminta direksi PT JH untuk jentel datang ke desa adat dan menemui warga. Wirama kembali menegaskan, bahwa penggunaan cara-cara adu-domba tersebut justru menunjukkan bahwa sejati-nya ada masalah dalam pembebasan lahan di Jimbaran. Demikian juga dengan proses perpanjangan HGB nya. Wirama bahkan menyayangkan Pura Batu Mejan bisa masuk HGB PT JH bahkan jalan menuju pura ditutup sehingga warga harus berputar untuk melakukan persembahyangan. “Dengan adanya masalah yang merugikan desa adat dan warga kami mengundang berbagai pihak untuk melihat dengan mata kepala sendiri, lahan-lahan di Jimbaran yang ditelantarkan oleh PT CTS dan PT JH,” ujarnya.

Selain itu, Wirama juga mendesak agar negara wajib hadir dalam permasalahn ini. Desa Adat beserta warga Jimbaran sudah mengadu ke Kejaksaan, Ke DPRD Bali, dan menggunakan jalur hukum melalui Gugatan Perdata Class Action.
“Jangan salahkan warga menggunakan jurus mabuk. Kami belum mengajukan gugatan PTUN, belum mengadu ke Mafia Tanah dan KPK, belum menagih janji politik Presiden Prabowo. Jalur-jalur resmi ini menurut kami belum merupakan jurus mabuk. Kami terus berupaya membantu Desa Adat dan mengarahkan warga menggunakan jalur-jalur resmi. Kalau mereka sampai menggunakan jurus mabuk yang sesungguhnya dan main hakim sendiri, berarti warga sudah tidak yakin lagi dengan kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat. Harapan kita bersama Desa Adat Jimbaran bersikap tegas, agar perjuangan warga tidak mencapai titik nadir. Karena kami meyakini, Desa Adat dan warga tidak akan pernah mundur satu langkah pun dalam memperjuangkan Tanah Desa Adat, Padruwen Pura Kahyangan jagat Ulunswi Jimbaran dan hak hak penggarap ,” tutup wirama.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada beberapa kelompok masyarakat dari Jimbaran yang melakukan gugatan terhadap PT Jimbaran Hijau. Pertama,
Penyakap , yakni kelompok masyarakat yang merupakan warga penyakap tanah ayahan Desa Adat Jimbaran yang memiliki surat pengelaga dari Desa Adat Jimbaran. Kedua, Waris Penyakap, yakni kelompok masyarakat yang merupakan ahli waris dari warga penyakap tanah ayahan Desa Adat Jimbaran yang memiliki surat pengelaga dari Desa Adat Jimbaran. Ketiga, Pemilik Lama, yakni masyarakat yang memiliki hak-hak lama atas tanah dan/atau masyarakat yang pernah melakukan penguasaan fisik sporadik secara beritikad baik pada objek sengketa. Keempat, Krama Desa Adat, yakni Krama Desa Adat (anggota/masyarakat Desa Adat Jimbaran dan desa adat sekitarnya) yang berkepentingan terhadap objek sengketa. Kelima, Krama Subak, yakni masyarakat petani tradisional yang tergabung sebagai anggota sejumlah Subak Abian di lokasi objek sengketa. Subak Abian merupakan salah Satu Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Bali yang diakui dan dilindungi oleh Konstitusi Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *