Sering Kekurangan Oksigen, Bali Perlu Mitigasi Bencana

Denpasar[KP]-Kasus positif Covid19 di Bali terus meningkat dari hari ke hari. Data di Bali menunjukan, sejak 5 Juli-5 Agustus 2021, kasus positif di Bali melonjak mulai dari 800 orang perhari dan naik terus hingga hari ini. Bahkan, kasus positif di Bali tidak pernah turun lagi ke tiga digit. Hingga hari ini (5/8/2021), terkonfirmasi positif sebanyak 1470 orang dengan angka kematian 25 orang. Fakta di lapangan menunjukkan, trend kasus yang naik ini dihadang oleh kekurangan oksigen hampir di seluruh rumah sakit di Bali. Akibat terjadi trend peningkatan kasus positif Covid-19, sehingga menimbulkan kebutuhan oksigen semakin meningkat dan ketersediaan obat terbatas. Kekurangan oksigen ini merupakan bencana tersendiri dan perlu disiapkan mitigasi bencana kekurangan oksigen di Bali.
Owner CV. Himalaya Gasindo Distributor Gas Medis dan Industri Wilayah Bali I Gusti Made Aryasa, mendorong pemerintah dapat menyiapkan mitigasi bencana hal paling terburuk apabila kekurangan oksigen. “Kita harus memikirkan dampak terburuk yang mungkin akan terjadi, dan menyiapkan langkah-langkah yang cepat untuk mengatasinya karena menyangkut masalah kemanusiaan,” ungkap Aryasa di Tabanan, Kamis (5/8). Mengingat jumlah Rumah Sakit Swasta ada 72 dipenuhi permintaan tabung hanya 45 Rumah Sakit Swasta dengan total 600 tabung pada tanggal 3 Agustus 2021, maka perlu disiapkan langkah antisipasi. Sebab, pasien Covid-19 sedang yang menuju berat memerlukan oksigen 10 liter per menit bahkan 20 liter per menit.
Menurut Aryasa, Bali akan berbahaya jika kekurangan oksigen dalam waktu dekat, bila langkah-langkah strategis tidak dilakukan mulai saat ini. Ia memaparkan beberapa asumsi yakni asumsi A, jika kerusakan pabrik gas oksigen di Bali yang berkemampuan produksi sekitar 600 tabung/hari, karena hal itu sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat. “Kerusakan itu sudah pernah terjadi beberapa kali sebelumnya. Bisa dibayangkan kekacauan dan kematian yang luar bisa besar akan tetjadi di Bali,” ungkapnya. Sebab saat ini produksi tiada henti siang dan malam.
Asumsi B, jika pengiriman oksigen cair ke Bali terkendala. Akibat kerusakan alat transportasi, rebutan oksigen cair karena di daerah lain kasus corona sudah mulai meningkat, termasuk gangguan cuaca saat penyebrangan. Sedangkan asumsi C, bila penurunan penderita Covid-19 per hari tidak singnifikan, dan cendrung tetap tinggi. “Maka dari itu, sebaiknya harus ada langkah-langkah nyata yang harus dilakukan mulai detik ini juga,” ujarnya. Beberapa langkah itu antara lain, pertama, negosiasi atau penambahan atau pencadangan dan atau pengangkut oksigen cair. Kedua, mengupayakan supaya ada stok oksigen cair, atau minimal sudah ada pergerakan transpotasi cairan oksigen dalam jumlah besar. Ketiga, usaha secepatnya untuk produksi oksigen secara mandiri, mulai dengan oksigen konsentrator, oksigen generator maupun mini plant/pabrik gas oksigen.
Terlepas dari masalah harga yang mahal atau efisiensi produksi, saat ini yang utama adalah keberadaan barang (oksigen) bukan uang (harga mahal).Prioritas terhadap wabah Covid-19 ini diharapkan menjadi prioritas super utama bagi pemerintah daerah dan pusat sehingga pendanaannya pun harus yang paling utama, dan yang lain bisa ditunda. Penyelamatan satu nyawa saja nilainya tidak terhingga apa lagi puluhan, ratusan nyawa. Koordinasi dan masukan dari berbagai pihak harus terus dijalin untuk membuka simpul-simpul potensi yang bisa dijalankan.
Selain itu, strategi untuk menekan penyebaran virus lebih luas, harus lebih cerdik dan tegas. Misalnya yang bikin kerumunan diberikan sanksi penjara 1 hari. Kegiatan keagamaan dan persembahyangan melibatkan lebih dari 5 orang harus izin ke Polsek. Bila melanggar kena pasal pidana atau sanksi. Pemberitaan terkait wabah yang apa adanya dan terbuka supaya warga benar-benar melek, dan ada rasa takut.Saat ini di masyarakat banyak yang tidak mau melapor bila terpapar, karena takut semua keluarganya diisolasi, dan keluarganya yang sehat tidak bisa bekerja. “Fenomena yang fatal ini harus segera dicarikan solusinya,” ungkapnya.
Tokoh Masyarakat Bali Putu Suasta yang merupakan Alumnus UGM dan Cornell University mendorong sinergi pemerintah dan tokoh – tokoh Bali turun tangan menangani pandemi Covid-19, dengan memberdayakan segala sumber daya yang ada dalam menghadapi situasi genting pananganan pandemi Covid-19. Ini adalah bentuk dari Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 menyebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Bahkan lebih lanjut pelayanan kesehatan juga didukung dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kesehatan merupakan kunci dalam memulihkan ekonomi Bali pasca pandemi, apalagi Pulau Dewata sebagai tujuan wisata.Pada Pasal 1 angka 1 UU No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-hak lainnya.
Pengakuan Hak atas kesehatan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM) pertama kali dapat ditemukan dalam dokumen Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) yang lahir pada 10 Desember 1948. Selanjutnya 18 tahun kemudian, pengakuan tersebut semakin diteguhkan dengan ditetapkannya Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966. Negara Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Dengan demikian, Indonesia otomatis menjadi negara yang diberikan tanggung jawab pemenuhan, perlindungan dan penghormatan Hak Atas Kesehatan dari warga negaranya.
Sumber hukum nasional yang menjamin hak atas kesehatan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan “Semua orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal Pasal 28H ayat 1.
Lebih lanjut jaminan negara terhadap hak atas kesehatan warganya juga dapat ditemui di Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan yang paling akhir pengukuhan itu dituangkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009.”Untuk itu, diharapkan pemerintah bersama tokoh – tokoh Bali yang memiliki kemampuan lebih dan hebat – hebat agar ikut turun tangan mengatasi masalah kemanusiaan ini dalam menjaga citra pariwisata di mata dunia,” tegas Suasta.
Pemerintah Bali, Gubernur bersama jajarannya bisa meniru kinerja Presiden Jokowi serta Kepala Daerah lain baik Jabar, Jateng, Jatim dalam merespon berbagai permsalahan dalam penanganan pandemi. Presiden turun lngsung ke lapangan mengecek kesiapan pusat-pusat isolasi, mengecek ketersediaan obat maupun ketersediaan oksigen ke berbagai daerah. Ditegaskan kembali, saat ini semua sumber daya yang ada ditujukan dalam penanganan pandemi, jika kesehatan pulih maka ekonomi akan lebih cepat bangkit.”Apabila ada belum tuntas, bisa kepala daerah telpon pihak yang menanganai dan lakukan koordinasi terus-menerus,” ungkapnya. A05