November 4, 2024

Saksi Sidang Kasus Bos Hotel Kuta Paradiso Minta Waspadai dalam Memberi Kredit

0
Denpasar[KP]-Setelah sebelumnya menghadirkan Tomi Winata (TW), kali ini Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi terkait kasus yang menjerat terdakwa Harjanto Karijadi di Pengadilan Negeri Denpasaasr, Selasa (3/12/19) terkait kasus penggelapan dan keterangan palsu. Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Soebandi, SH. MH, di ruang sidang Utama, Jaksa Ketut Sujaya, SH, dkk menghadirkan saksi Adri Triwidjahjo selaku Direktur Keuangan PT GWP, kemudian Irwan Ignatius Bonto yang berwewenang dalam menyimpan dokumen jaminan pinjaman di CBBI, dan Tohir Sutanto serta Donny Pradono Suleiman, Rabu (4/12/19).
 
Salah satu saksi yakni Tohir Sutanto, mantan Direktur Bank Multicor yang akhirnya menjadi Bank CCBI di akhir keterangannya mengatakan, kasus bos Hotel Kuta Paradiso itu seperti orang terjung payung atau menyelam di kedalamam laut. Namun terjun payung itu pesawatnya tetap terbang dan menyelam itu kapalnya tetap di atas permukaan. Sementara kasus ini lebih dari itu. “Hal yang dilakukan terdakwa itu lebih parah dan mengerikan. Kita yang memberikan kredit dituduh menggelapkan sertifikat. Padahal saya sebagai direktur, sampai detik ini belum pernah melihat sertifikat itu. Melihat saja tidak pernah, apalagi menguasainya,” ujarnya.
 
Kasus ini berbuntut ditetapkan dirinya sebagai tersangka. “Saya dilaporkan, diperiksa sebagai tersangka, dengan data dan fakta, yang saya sendiri juga bingung karena tidak tahu data dan faktanya dari mana. Ini yang saya sebut sangat mengerikan. Terjun bebas,” ujarnya. Di hadapan majelis hakim, para jaksa, terdakwa, para penasihat hukum, dan pengunjung sidang, Tohir meminta agar generasi muda Indonesia untuk berhati-hati dan bahkan kalau bisa tidak usah lagi bekerja di lembaga perbankan, lembaga perkreditan, dan lembaga keuangan lainnya, karena memiliki risiko yang sangat berat yakni bisa menjadi tersangka. “Kita yang memberi kredit, kita yang menjadi tersangka. Saya mohon untuk semua yang hadir disini, para penasihat hukum, terdakwa dan pengunjung semuanya yang punya saudara, kerabat, agar jangan bekerja di lembaga perbankan, lembaga perkreditan. Sangat berbahaya. Memberikan kredit tapi jadi tersangka. Namun di hadapan persidangan ini, saya yakin Tuhan tidak pernah tidur. Dan saya juga yakin, majelis hakim, para jaksa dan terutama media tidak akan tidur. Kebenaran akan datang dengan adil,” ujarnya.
 
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus yang menjerat bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta, No.87, Kuta Badung. Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

 

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 milyar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.

Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.

“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 milyar.

Terdakwa Harijanto oleh JPU didakwa dengan tiga pasal yaitu Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang pemalsuan akta otentik dan Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. A01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *