
Denpasar[KP]-Sidang kasus kejahatan seksual anak dengan terdakwa berinisial FS asal Jepang akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (13/12/2022). Terdakwa FS asal Jepang yang masih berstatus sebagai pelajar di sebuah sekolah internasional di Bali hanya divonis 2,3 tahun penjara. Dimana 2 tahunnya adalah hukuman penjara dan 3 bulan harus kerja sosial. Hakim Kony Hartanto memutuskan perkara kejahatan seksual yang dilakukan FS terdakwa anak berkewarganegaraan Jepang sesuai tuntunan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana kurangan selama 2 tahun dipotong masa tahanan, dan 3 bulan pelatihan kerja. “Menyatakan anak Fujiwarasena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain,” ungkapnya.
Dalam penjelasannya, tipu muslihat yang dilakukan terdakwa diungkap mulai dengan merayu korban dengan mengatakan mencintai korban, hingga membujuk melakukan persetubuhan di kamar mandi salah satu kafe di Jimbaran. Putusan Hakim dalam perkara ini sesuai dengan tuntutan JPU, Ni Putu Widyaningsih. Namun ketika sidang berakhir JPU malah menyatakan pikir-pikir. “Kami masih pikir-pikir yang mulia,” ungkap JPU. Terdakwa diungkap masih muda dan belum pernah dihukum.FS ditahan di Rutan Polresta Denpasar sejak 16 November 2022 hingga saat ini. Putusan pidana 2 tahun yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar berdasarkan pertimbangan hal-hal yang memberatkan, dan meringankan.Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan anak FS merusak masa depan korban. Dan perbuatan FS membuat malu dan korban mengalami trauma. Sedangkan hal-hal yang meringankan bahwa terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. FS masih berstatus pelajar dan belum pernah dihukum. Keluarga FS berusaha meminta maaf kepada keluarga korban. FS masih berusia muda dan ingin melanjutkan sekolah.
Salah satu kuasa hukum terdakwa Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati mengatakan, putusan ini adalah yang terbaik. Sebab baik pelaku maupun korban adalah anak-anak. “Putusan hukuman 2 tahun penjara dan 3 bulan kerja sosial adalah yang terbaik, bagaimana anak ini bisa untuk disiplin, kemudian merubah diri, kemudian lebih baik lagi dari sebelumnya,” ujarnya. Intinya adalah terdakwa yang masih berusia anak itu agar lebih baik di masa yang akan datang, diberikan sanksi sosial berupa kerja dan masih ada kesempatan untuk sekolah. Antara korban dan terdakwa itu sama sama anak.
Kuasa hukum korban Siti Sapura atau yang lebih dikenal dengan nama Ipung menyatakan masih kurang puas dengan putusan hakim namun pihaknya tetap mengapresiasi keputusan majelis hakim. “Sebenarnya saya agak kecewa dengan putusan yang sangat terlalu ringan, di bawah hukuman minimum. Tapi inilah undang-undang di Indonesia. Dimana, selain ada pasal 79 ayat 2 yang mengatakan separuh dari ancaman orang dewasa, ada juga bahasa yang mengatakan anak tidak kenakan batas minimum,” ujarnya.
Ia mengatakan, setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Sebab, dengan lahirnya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, yang khusus mengatur pasal 81 tentang persetubuhan, pasal 82 tentang pencabulan, menjadi kejahatan yang luar biasa. Di sinilah perbedaan kita menafsirkan pasal tersebut karena kalau kita masih mengacu kepada kekerasan seksual yang sudah menjadi kejahatan yang luar biasa maka seharusnya tidak lagi mengacu kepada pasal 79 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang tentang sistem peradilan pidana anak ayat 3. Sebab dalam ayat ini masih menjadi kejahatan biasa. Tetapi bila sudah menjadi kejahatan yang luar biasa, maka hukumannya punya batas minimum. Inilah sedikit berbeda mengartikan pasal undang-undang sistem peradilan anak dari pasal 81 Undang-undang Nomor 11 tahun 2002.
Sekalipun kecewa, Ipung tetap berterima kasih kepada Hakim yang mulia. Sebab dalam putusannya, hakim sama sekali tidak mengurangi lama hukuman sebagaimana yang dituntut oleh JPU. “Putuan hakim tidak turun satu hari pun, bahkan setengah hari pun dari tuntutan jaksa yaitu 2 tahun penjara dan 3 bulan bekerja. Saya terima kasih banyak walaupun agak sedikit kecewa karena terlalu murah bagi saya. Kita menjual anak Indonesia, mengorbankan anak Indonesia, dengan hukum Indonesia,” ujarnya. Sebab terdakwa adalah SN Jepang yang sudah melakukan kejahatan seksual terhadap anak Indonesia. Semoga hal yang sama jangan sampai terjadi lagi. Terkait dengan adanya upaya banding oleh JPU, Ipung berjanji akan mengawal kasus ini sampai dimana pun. Sebab ia mengakui, hukuman yang sangat ringan ini jangan sampai diringankan lagi di tingkat banding. A01