Aneh, Saat Sidang PS, PT BTID Justeru Akui Sebagian Lahan Sengketa Memang Milik Penggugat
Denpasar[KP]-Kasus sengketa kepemilikan lahan antara ahli waris Daeng Abdul Kadir di Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar memasuki agenda pemeriksaan setempat (PS). Sidang PS ini digelar Selasa (7/5/2024) pagi. Sidang pemeriksaan setempat dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Gede Putra Astawa bersama hakim anggota Ida Bagus Bamadewa dan Ni Made Oktimandiani dan tim panitera dari Pengadilan Negeri Denpasar. Para tergugat semuanya hadir lengkap melalui kuasa hukumnya masing-masing hadir lengkap yakni dari tergugat 1 dari PT BTID, tergugat 2 dari Jero Bendesa Adat Serangan, tergugat 3 adalah Lurah Serangan. Sementara para pihak yang ikut hadir antara lain dari BPN Kota Denpasar, unsur dari kelurahan dan beberapa saksi lainnya.
Ahli waris Daeng Abdul Kadir selaku penggugat Siti Sapurah atau Ipung saat dikonfirmasi menjelaskan, dari hasil PS di lokasi sengketa, pihak investor atau tergugat 1 PT BITD sebenarnya memberikan pengakuan bahwa tidak semua lahan yang menjadi obyek sengketa adalah miliknya. Awalnya, majelis hakim meminta penggugat menunjukkan lahan yang mana yang menjadi obyek sengketa. Penggugat akhirnya menunjukkan luasan lahan yang menjadi obyek sengketa, menunjukan batas-batasnya, luasnya, dan kemudian disesuaikan dengan dokumen otentik baik dari BPN maupun Dinas Kehutanan dimana Dinas Kehutanan walau tidak hadir karena sudah ada surat resmi bahwa itu bukan tanah milik Dinas Kehutanan. “Setelah menunjukkan batas-batasnya, kemudian hakim bertanya dan meminta tanggapan dari tergugat. Dari PT BTID menanggapnya lucu. Dia menjelaskan jika obyek sengketa itu berbeda dengan SHGB 82. Jadi tergugat 1 dari BTID sendiri sudah mengakui jika ada perbedaan objek sengketa dengan SHGB 82 milik PT BTID. Setelah ditunjuk tanah kita cuma masuk di SHGB 82 sekitar 1,5 are. Jadi kalau sudah mengakui ada perbedaan kita mau berbicara apa lagi. Mereka sendiri yang mengakui,” ujarnya.
Menurut Ipung, dalam sidang PS ini justru menguntungkan penggugat atau pemilik lahan yang sedang sengketa. “BTID sendiri yang mengakui bahwa objek sengketa bukan SHGB 82, cuma ada masuk sedikit. Artinya sebagian lahan memang sudah milik penggugat,” ujarnya. Kalau sudah sebagian milik penggugat, maka perkara ini mendekati proses akhir yakni tinggal membuktikan lahan yang sisanya. Ipung optimis jika kasus ini sudah menunjukkan titik terangnya. Pihaknya terus mempertanyakan logika hukum yang dipakai oleh para tergugat. Sebab, bagaimana mungkin tanah seluas 112 are kemudian yang di-SHGB sebanyak 94 are. Apakah yang sisanya hilang begitu saja. Dan ini sudah terbukti saat PS. Menurut persepsi para tergugat, mereka ingin menyimpulkan bahwa jika orang punya tanah 112 are, dan setelah disertifikat seluas 94 are, berarti yang lainnya hilang. Padahal tergugay dan keluarganya masih menguasai tanah itu. Itulah sebabnya dalam PS mereka tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat kepemilikan lahan tersebut. Bahkan mereka menunjukkan sebagian obyek sengketa memang milik penggugat.
Bukti lain adalah adanya surat dan penelitian dari BPN saat di lokasi, saat penggugat mengajukan keberatan atas SHGB 82 atas nama PT BTID. Disana BPN mengatakan bahwa setelah dilakukan penelitian lokasi terhadap penerbitan SHGB 82, dinyatakan tidak sesuai dengan lokasi tanah jual beli antara Haji Muhammad Anwar dengan PT BTID tahun 1993. Tetapi PT BTID tetap saja mengatakan bahwa tanah itu bukan milik Daeng Abdul Kadir dan tetap mengatakan bahwa tanah itu milik Haji Muhammad Anwar. “Kayaknya mereka harus membaca kembali surat dari BPN itu. Supaya terang benderang bahwa tanah itu memang milik Daeng Abdul Kadir,” ujarnya. Menurut Ipung, dalam penerbitan SHGB 82 yang luasnya 647 m² berasal dari ini dari pipil 186 yang luasnya 11.200 are milik Daen Abdul Kadir. Dari ini ditemukan bahwa setelah dilakukan penelitian lokasi, penerbitan SHGB 82 tidak sesuai dengan kronologis yang diberikan oleh BPN Kota Denpasar. Jadi artinya lahan seluas 647 meter persegi itu milik Daeng Abdul Kadir. PS kali ini memperjelas bahwa objek sengketa yang sekarang dijadikan akses jalan yang juga di SHGB oleh PT BTID adalah bagian dari pipil 186. A06