Desember 14, 2024

Komnas Minta Kasus Perusakan Rumah Anggota Yayasan ISKCON di Sumbawa Dilaporkan ke Polisi

0

Denpasar[KP]-Yayasan ISKCON – Indonesia menyambut baik surat rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengenai kasus Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dengan nomor surat 30/R/MD.00.00/VIII/2021 tertanggal 27 Agustus 2021.
Dimana Yayasan ISKCON-Indonesia yang sah secara hukum dan memiliki izin dari Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor: AHU-5791.AH.01.04. TAHUN 2013/C – 235.HT.01.02.TH 2006 dan terdaftar pada Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Nomor : 1045/DJ.VI/BA.00/8/2018.
“Kami sangat berterima kasih atas proses penyelesaian permasalahan ini oleh Komnas HAM dengan dikeluarkannya surat ini sebagai respon atas surat pengaduan dugaan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan nomor : 01/ISKCON-IND/VI/2021 yang kami laporkan pada tanggal 3 Juni 2021. “Turunnya surat rekomendasi Komnas HAM ini telah dijelaskan bahwa ada pelaporan dari Yayasan ISKCON-INDONESIA tentang adanya dugaan pelanggaran HAM,” jelas Sekretaris Jenderal Yayasan ISKCON-Indonesia Drs. Putu Wijaya dalam press release di Denpasar, Kamis (9/9/2021).
Dengan adanya surat rekomendasi itu, pihaknya berharap seluruh masyarakat dan pihak-pihak terkait dapat memahami keberadaan badan hukum Yayasan ISKCON-Indonesia dan bisa saling menghormati hak-hak beragama serta saling toleransi dan menghargai satu dengan yang lain. 
Begitu pula Yayasan ISKCON-INDONESIA mengharapkan agar Gubernur Provinsi Bali, Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Bali, Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, serta Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dapat memahami posisi badan hukum Yayasan ISKCON-Indonesia dan bisa menyediakan ruang dialog dengan menetapkan zona damai secara objektif agar tetap membuat suasana aman dan damai.
Yayasan ISKCON-Indonesia sejak awal berdirinya sudah berkomitmen untuk menjaga kedamaian dan ketenteraman masyarakat dengan tidak melakukan ekspresi agama dan keyakinan yang berlebihan serta tidak merendahkan warga masyarakat lainnya dan pada saat yang sama para bhakta bisa tetap mempertahankan kegiatan keagamaan Dresta Bali bersama masyarakat umum dan kegiatan bhakti yoga untuk kemajuan spiritualnya dilaksanakan di ashram dan di rumahnya secara pribadi. Dengan cara seperti itu diharapkan tetap terjaganya suasana kondusif. Jika terjadi hal-hal yang mengganggu dalam kegiatan beragama dan berkeyakinan, mengharapkan agar dilaksanakan dengan cara dialog  serta penyelesaian permasalahan secara kekeluargaan berbasis nilai-nilai agama dan hak asasi manusia. 
“Selanjutnya tidak lupa kami akan selalu mengupayakan penyelesaian permasalahan sesuai dengan ketentuan aturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam memperjuangkan hak-hak kami,” ungkapnya. 
Pada kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Yayasan ISKCON-INDONESI juga menegaskan bahwa pihaknya ada di Yayasan ISKCON-INDONESIA bukan di badan hukum yang lain. Yayasan ISKCON-INDONESIA memiliki cara-cara pembinaan dan pengelolaan manajemen tersendiri antara lain, pertama, Guru kerohaniannya adalah orang Bali asli dan bertempat tinggal di Denpasar. Kedua, Yayasan ISKCON-Indonesia merupakan organisasi yang berpusat di Denpasar, Bali, Indonesia. Ketiga, murid-murid dari guru kerohanian, selain memperdalam spiritual melalui pelatihan bhakti yoga juga tetap mempertahankan kegiatan keagamaan Dresta Bali bersama masyarakat adat yang terkait. Keempat, pelaksanaan pelatihan bhakti yoga seluruh murid hanya dilaksanakan di ashram-ashram saja sesuai dengan Surat Kesepakatan Bersama pada tahun 2001 antara sampradaya yang diprakarsai oleh Dirjen Bimas Hindu untuk meningkatkan sradha diri sendiri dalam hubungannya dengan Tuhan.
Ditegaskan kembali, pihaknya hanya melaksanakn kegiatan pelatihan bhakti yoga di ashram/pasraman yang menjadi tanggung jawab dari Yayasan ISKCON-INDONESIA ataupun tempat ataupun tempat tinggal dari para bhakta yang bernaung di Yayasan ISKCON-INDONESIA. 
Tuduhan selama ini oleh beberapa oknum yang menyatakan bahwa Yayasan ISKCON-Indonesia melakukan tindakan pelecehan/mendeskritkan tradisi dan budaya Hindu di Bali adalah tidak benar.
Tindakan persekusi atau main hakim sendiri ini berdampak tidak hanya di Bali tetapi juga berdampak sampai ke Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa, Kecamatan Lunyuk, Desa Sukamaju dimana adanya dugaan persekusi, pengancaman pembunuhan, dan pengusiran serta pengerusakan properti pribadi terhadap Pengurus Cabang Yayasan ISKCON-INDONESIA di Desa Sukamaju, Lunyuk, Sumbawa yang dilakukan oleh beberapa oknum. Pihaknya berharap kedepannya agar kejadian persekusi ini tidak terjadi lagi pada Yayasan ISKCON-INDONESIA baik di Bali dan dimanapun di seluruh Indonesia serta kepada siapapun yang lain.
Sementara itu,  Bidang Hukum Yayasan ISKCON-Indonesia Dewa Krisna Prasada, S.H., M.H. menambahkan, pihaknya sudah melakukan pelaporan kepada Polres Sumbawa yang tercatat pada tanggal 3 September 2021 dengan dugaan tindak pidana perusakan barang pribadi dan ancaman. 
Sampai saat ini korban mengungsi di Desa Perung, dimana mayoritas penduduk di sana adalah umat muslim. Kepala Desa Perung menyambut baik korban yang merupakan anggota pengurus cabang Yayasan ISKCON-INDONESIA dan juga memfasilitasi dengan memberikan surat domisili agar dapat mengungsi di desa tersebut. 
Kepala Desa Perung juga berkomitmen untuk menjaga korban yang mengungsi untuk memberikan perlindungan dari oknum-oknum yang melakukan persekusi.
Kejadian ini membuktikan adanya kegiatan pemaksaan kehendak secara sadar atau pun tidak sadar terhadap keyakinan orang lain yang dilakukan oleh masyarakat terkait terhadap keberadaan para bhakta yang berlindung di Yayasan ISKCON-INDONESIA. 
Ia meyakini pihak Kepolisian Resor Sumbawa dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan secepat-cepatnya sehingga permasalahan ini tidak meluas. “Sangat disayangkan sekali sikap dari Kepala Desa Sukamaju yang tidak bisa mengendalikan situasi tersebut karena hal ini sudah melanggar hak-hak setiap orang dalam melakukan kegiatan keagamaan. Sedangkan, hak-hak setiap orang dalam melaksanakan kegiatan keagamaan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta sebagaimana termuat dalam Surat Rekomendasi Komnas HAM,” tutupnya. A02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *